MAKALAH AGAMA ISLAM
“JUAL BELI”
DOSEN PENGAMPU : SITI NURKHOMSIATUN.K
Di Susun oleh :
Program Studi
: D3-Kebidanan
Kelas
: A 14.2
Kelompok
: I ( satu )
Nama Nim
1. Dewi nurinda
: 17150047
2.
Dewi Lestari : 17150048
3.
Vivin Wahyuniati : 17150050
4. Ratna indah sari :
17150054
5. Anggi trisia
:
17150057
6. Irnawati
:
17150061
7. Hacika
Sukawati : 17150062
8. Oksi trijayanti : 17150063
9. Wijianti
: 17150064
10. Winada
:
17150066
11. Nindi frawika : 17150067
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI
YOGYAKARTA
2017/2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah
terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan
membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Hukum Jual Beli dalam Islam ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah . kami
telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar
makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai
makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang
kami susun ini pun belum mencapai tahap kesempurnaan.
Kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Ibu Siti
Nurkhomsiatun yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan umumnya kepada
rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan
semoga amal ibadah serta kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan
ampunan dari-Nya. Amin.
Yogyakarta ,29 Oktober 2017
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR
ISI.....................................................................................................................3
BABI
: PENDAHULUAN...............................................................................................4
1.1. Latar Belakang
........................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................4
1.3. Tujuan Masalah
.....................................................................................................4
BAB
II : PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Jual Beli...................................................................................................5
2.2.
Jual Beli dalam Pandangan Islam.............................................................................8
2.3.
Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam..................................................................9
2.4.
Macam-Macam Jual Beli dalam Islam....................................................................12
2.5.Hak dan Kewajiban antara Penjual dan Pembeli......................................................13
BAB
III:
PENUTUP......................................................................................................14
3.1.
Kesimpulan..............................................................................................................14
3.2.
Saran-saran..............................................................................................................14
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.
Jual beli merupakan suatu interaksi antara penjual dan
pembeli dimana keduanya melakukan kegiatan tukar menukar barang dengan barang
lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga
penggunaan alat tukar seperti uang. Allah telah berfirman dalam Al-qur’an surat
Al-baqoroh ayat 275 yang artinya:“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”.
Pada makalah ini akan dibahas tentang hukum-hukum jual
beli menurut hukum islam. Dalam hukum jual beli terdapat bentuk akad jual beli
yang telah dibahas oleh para ulama’ dalam fiqih muamalah. Tentang
syarat-syarat, rukun-rukun dan hukum-hukum jual beli dalam islam.
Dalam dunia islam, jual beli harus memberi manfaat antara
penjual dan pembeli tanpa ada yang dirugikan. Karena jual beli juga merupakan
sarana tolong-menolong sesama manusia.
1.2.
Rumusan Masalah
Dalam
penulisan karya tulis ilmiyah ini ada beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apa pengertian jual beli?
2. Apa syarat, rukun dan hukum jual beli
dalam islam?
3. Apa sajakah jual beli yang terlarang?
1.3.
Tujuan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ilmiyah
ini mempunyai beberapa tujuan masalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian
jual beli.
2. Untuk mengetahui dan memahami syarat,
rukun dan hukum jual beli dalam islam.
3. Untuk mengetahui dan memahami beberapa
jual beli yang telarang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jual Beli
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang
berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal
albai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni
kata asysyira (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi
sekaligus juga berarti beli (Haroen, 2000:111).
Sedangkan menurut istilah jual beli adalah transaksi
antara penjual dan pembeli untuk melakukan tukar-menukar barang atas dasar suka
sama suka yang disertai dengan akad. Akad jual beli dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu dengan bentuk perkataan dan
perbuatan.
·
Bentuk perkataan
terdiri dari ijab dan qobul, ijab adalah kata yang keluar dari penjual seperti
ucapan “saya jual” dan qobul adalah kata yang keluar dari pembeli seperti
ucapan “saya beli”.
·
Bentuk perbuatan
yaitu muathoh (saling memberi)yang terdiri dari perbuatan mengambil dan member
seperti penjual memberikan barang kepada pembeli dan pembeli memberikan harga
yang wajar (telah ditentukan)
Menurut
bahasa, jual beli berarti menukarkan sesuatu dengan sesuatu (Al-Jaziri,
2003:123). Sedangkan menurut istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis
adalah:
a.
Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan
hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan (Idris,
1986 :5).
b.
Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi
واما
شرعا فاً حسن ما قيل فى تعريفة انه تمليك مالية بمعاوضة باذن شرعي
اًوتمليك
منفعة مباحة على التاً بيد بثمنى مالي
Menurut
syara, pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta
(uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki
manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian itu
harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang (al- Ghazzi, t.th:30).
c.
Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al-Akhyar
مقابالة
مال قابلين للتصر ف بايجاب و قبول على الوجه الما ءذون فيه
Saling
tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab qobul,
dengan cara yang sesuai dengan syara (Taqiyuddin, t.th:329).
d.
Syeikh Zakaria al Anshari dalam kitabnya fath Al-Wahab
مقبا
لة مال بمال على وجه مخصوص 242 Shobirin
Jurnal
Bisnis dan Manajemen Islam Tukar-menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)
(Zakariya, t.th:157).
e.
Menurut Sayyid Sabiq dalam Kitabnya Fiqh Sunnah
عقد
يقوم على اساس مبادلة المال بالمال ليفدتبادل الملكيات على الدوالدا
Penukaran
benda dengan benda lain dengan jalan saling atau memindahkan hak milik dengan
ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan (Sabiq, t.th:126).
f.
Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli (bisnis),
diantaranya; ulamak Hanafiyah “
Jual
beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang
di bolehkan) syara’ yang disepakati”. Menurut Imam nawawi dalam al-majmu’
mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”.
Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan
hak milik atas dasar saling merelakan (Suhendi, 2007: 69-70).
A. Pengertian Khiyar
Khiyar menurut bahasa adalah memilih, sedangkan menurut
istilah adalah antara penjual dan pembeli memilih yang terbaikdari dua perkara
untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli. Khiyar terdiri dari
delapan macam, yaitu:
·
Khiyar Majlis
(Pilihan Majlis)
Yaitu taempat berlangsungnya jual beli. Maksudnya bagi
yang berjual beli mempunyai hak untuk memilih selama keduanya ada di dalam
majlis. Rasulullah SAW bersabda “jika dua orang saling berjual beli, maka
masing-masing mempunyai hak untuk memilih selama belum berpisah dan keduanya
ada di dalam majlis”.
Khiyar
majlis menjadi bubar ada kalanya disebabkan berpisahnya kedua belah pihak dari
tempat akadnya atau penjual dan pembeli memilih menggugurkan akadnya.
·
Khiyar Syarat
Yaitu masing-masing dari penjual dan pembeli mensyaratkan
adanya khiyar ketika melakukan akad atau setelahnya selama khiyar majlis dalam
waktu tertentu. Dan dua orang yang bertransaksi sah untuk mensyaratkan khiyar
terhadap salah seorang dari keduanya karena khiyar merupakan hak dari keduanya,
maka selama keduanya ridho berarti hal itu boleh.
·
Khiyar Ghobn
Yaitu jika seorang tertipu dalam jual beli dengan
penipuan yang keluar dari kebiasaan, maka seorang telah tertipu diberi pilihan
akan melangsungkan transaksinya atau membatalkannya. Dan orang yang tertipu
tidak akan lapang jiwanya dengan penipuan, kecuali kalau penipuan tersebut
adalah penipuan ringan yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada khiyar baginya.
·
Khiyar Tadlis
Yaitu menampakkan barang yang aib (cacat) dalam bentuk
yang bagus seakan-akan tidak ada cacat. Tadlis diambil dari kata ad-dzulma
(gelap) yaitu penjual menunjukkan barang kepada pembeli yang bagus di dalam
kegelapan sehingga barang tersebut tidak terlihat secara sempurna. Tadlis ada
dua macam, yaitu:
a. Menyembunyikan cacat barang
b. Menghiasi dan memperindahnya dengan sesuatu
yang menyebabkan harganya bertambah.
Tadlis
hukumnya adalah haram, dan bagi pembeli yang sudah terlanjur membeli barang
tadlis maka syariat memperbolehkan mengembalikan barang pembeliannya.
·
Khiyar aib
Yaitu khiyar bagi pembeli yang disebabkan adanya aib
dalam suatu barang yang tidak disebutkan oleh penjual atau tidak diketahui
olehnya, akan tetapi jelas aib itu ada dalam barang-barang dagangan sebelum
dijual. Adapun ketentuan aib yang memperbolehkan adanya khiyar adalah dengan
adanya aib itu biasanya menyebabkan nilai barang berkurang atau mengurangi
harga barang itu sendiri.
Apabila pembeli mengetahui aib setelah akad, maka baginya
berhak khiyar untuk melanjutkan membeli dan mengambil ganti rugi seukuran
perbedaan antara harga barang yang baik dengan yang terdapat aib. Atau boleh
bagi pembeli untuk membatalkan pembelian dengan mengembalikan barang dan
meminta kembali uang yang telah ia berikan.
Khiyar
aib harus memenuhi persyaratan sebagai berikut;
(a)
Aib ( cacat) tersebut sebelum akad atau setelah akad namun belum terjadi
penyerahan. Jika cacat tersebut terjadi setelah penyerahan atau terjadi dalam
penguasaan pembeli maka tidak berlaku hak khiyar,
(b)
Pihak pembeli tidak mengetahui akad tersebut ketika berlangsung akad atau
ketika berlangsung penyerahan. Jika pihak pembeli sebelumnya telah
mengetahuinya maka tidak ada hak khiyar baginya
(c)
Tidak ada kesepakatan bersyarat bahwasanya penjual tidak bertanggung jawab
terhadap segala cacat yang ada. Jika ada kesepakatan bersyarat seperti itu,
maka hak khiyar bagi pembeli menjadi gugur. Khiyar aib ini berlaku semenjak
pembeli mengetahui cacat setelah berlangsungnya akad. Adapun batas waktu
menuntut pembatalan akad terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqoha.
Menurut fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah, batas waktunya berlaku secara tarakhi
(pihak yang dirugikan tidak harus menuntut pembatalan akad ketika ia mengetahui
cacat tersebut). Sedang menurut fuqaha Malikiyah dan Syafi‟iyah, batas waktunya
berlaku secara faura (seketika, artinya pihak yang dirugikan harus menggunakan
hak khiyar secepat mungkin, jika ia mengulur- ulur waktu tanpa alasan yang dapat
dibenarkan maka hak khiyar gugur dan akad dianggap telah lazim / pasti).
Hak
khiyar aib ini gugur apabila:
(a) Pihak yang dirugikan merelakan setelah ia
mengetahui cacat tersebut,
(b)
Pihak yang dirugikan sengaja tidak menuntut pembatalan akad,
(c)
Terjadi kerusakan atau terjadi cacat baru dalam penguasaan pihak pembeli
(d)
Terjadi pengembangan atau penambahan dalam penguasaan pihak pembeli, baik dari
sejumlah seperti beranak atau bertelur, maupun dari segi ukuran seperti mengembang.
·
Khiyar Takhbir
Bitsaman
Yaitu
menjual barang dengan harga pembelan, kemudian penjual mengkhabarkan kadar
barang tersebut ternyata tidak sesuai dengan hakikat dari barang tersebut.
·
Khiyar Bisababi
Takhaluf
Khiyar
yang terjadi apabila pembeli dan penjual berselisih dalam sebagian perkara,
sepertiberselisih dalam kadar harganya, ukurannya atau berselisih dalam keadaan
tidak ada kejelasan dari keduanya, maka ketika itu terjadi perselisihan dan
keduanya mempunyai keinginan yang berbeda. Maka keduanya boleh membatalkan jika
ia tidak ridha dengan perkataan lainnya.
·
Khiyar Ru’yah
Yaitu
khiyar bagi pembeli, jika ia membeli suatu barang berdasarkan penglihatan
sebelumnya, kemudian ia mendapati adanya perubahan sifat barang tersebut. Maka
ketika itu baginya berhak untuk memilih antara melanjutkan atau membatalkan pembelian.
2.2. Jual Beli dalam Pandangan Islam
Berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya (Q.S.Al.Baqarah: 275)
Berdasarkan
ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa Allah telah menghalalkan jual beli
kepada hamba-hamban-Nya dengan baik dan melarang praktek jual beli yang
mengandung riba.
وَأَحَلَّ
الَّلُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَ
Padahal
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah :
275).
Allah
mengharamkan kepada umat Islam memakan harta sesama dengan jalan batil,
misalnya dengan cara mencuri, korupsi, menipu, merampok, memeras, dan dengan
jalan lain yang tidak dibenarkan Allah., kecuali dengan jalan perniagaan atau
jual beli dengan didasari atas dasar suka sama suka dan saling menguntungkan.
Dalam
Hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim
yang berbunyi, Rasulullah SAW bersabda:
ى رَسُولُ
الَّلِ صَلَّ الَّلُ عَلَيْهِ وَسَلََّ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ عَنْ أَبِ
هُرَيْرَةَ قَالَ نََ
وَعَنْ
بَيْعِ الْغَرَرِ)رواه المسلم(ا
Dari
Hurairah RA. Rasulullah SAW mencegah dari jual belinya melempar kerikil dan
jual beli Garar (H.R. Muslim) (Muslim, t.th : 156-157).
Berdasarkan hadist diatas bahwa jual beli hukumnya mubah
atau boleh, namun jual beli menurut Imam Asy Syatibi hukum jual beli bisa
menjadi wajib dan bisa haram seperti ketika terjadi ihtikar yaitu penimbunan
barang sehingga persedian dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek
semacam ini maka pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual baraang sesuai
dengan harga dipasaran dan para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintan didalam
menentukan harga dipasaran serta pedangan juga dapat dikenakan saksi karena
tindakan tersebut dapat merusak atau mengacaukan ekonomi rakyat.
2.3. Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam
1.
Rukun jual beli
Jual beli dinyatakan
sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli berarti
sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila salah satu rukun jual beli
tidak terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan. Menurut sebagian
besar ulama, rukun jual beli ada empat macam,
yaitu:
a) Penjual dan pembeli
b) Benda yang dijual
c) Alat tukar yang sah (uang)
d) Ijab Kabul
Ijab adalah perkataan penjual dalam menawarkan barang
dagangan, misalnya: “Saya jual barang ini seharga Rp 5.000,00”. Sedangkan kabul adalah perkataan pembeli
dalam menerima jual beli, misalnya: “Saya beli barang itu seharga Rp
5.000,00”. Imam Nawawi berpendapat,
bahwa ijab dan kabul tidak harus diucapkan, tetapi menurut adat kebiasaan yang
sudah berlaku. Hal ini sangat sesuai dengan transaksi jual beli yang terjadi
saat ini di pasar swalayan. Pembeli cukup mengambil barang yang diperlukan
kemudian dibawa ke kasir untuk dibayar.
2.
Syarat sah jual beli
Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan. Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan
antara penjual dan pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan
dalam jual beli misalnya dengan mengurangi timbangan, mencampur barang yang
berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih rendah kemudian dijual dengan harga barang yang
berkualitas baik. Rasulullah Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung
unsur tipuan. Oleh karena itu seorang pedagang dituntut untuk berlaku jujur
dalam menjual dagangannya. Adapun syarat sah jual beli adalah sebagai berikut:
a)
Penjual dan pembeli
(1)
Jual beli dilakukan oleh orang yang berakal agar tidak tertipu dalam jual beli.
Allah swt.berfirman dalam surah an-Nisaa’ ayat 5 :
وَﻻَ
تُؤْ تُوْاالسُّفَهَاءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَمًا
Artinya:
Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka
yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupanmu.(Q.S.an-Nisaa’:5)
(2)
Jual beli dilakukan atas kemauan sendiri (tidak dipaksa). Dalam Surah an-Nisaa’
ayat 29 Allah berfirman:
يَأَيُّهَا
الَّذِيْنَ ﺍٰمَنُوْاﻻَ تَأْكُلُوْا أَمْوَآلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَاطِلِ اِﻻﱠ أَنْ
تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Artinya:
Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar) kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas
dasar suka sama suka di antara kamu. (Q.S. an-Nisaa’: 29)
(3)
Barang yang diperjualbelikan memiliki manfaat (tidak mubazir)
(4)
Penjual dan pembeli sudah balihg atau dewasa, akan tetapi anak-anak yang belum
baligh dibolehkan melakukan jual beli
untuk barang-barang yang bernilai kecil, misalnya jual beli buku dan koran.
b)
Syarat uang dan barang yang dijual
(1)
Keadaan barang suci atau dapat disucikan.
(2)
Barang yang dijual memiliki manfaat.
(3)
Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang dipercayakan
kepadanya untuk dijual. Rasulullah bersabda:
ﻻَ
بَيْعَ اِﻻﱠ فِيْمَا تُمْلِكُ رواه ابو داود
Artinya
:
Tidak
Sah jual beli kecuali pada barang yang dimiliki.(H.R. Abu Daud dari Amr bin
Syu’aib)
(4)
Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan dalam
jual beli.
(5)
Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat dan
bentuknya oleh penjual dan pembeli.
c)
Ijab kabul
Ijab
adalah pernyataan penjual barang sedangkan Kabul adalah perkataan pembeli
barang. Dengan demikian, ijab kabul merupakan kesepakatan antara penjual dan
pembeli atas dasar suka sama suka. Ijab dan kabul dikatakan sah apabila
memenuhi syarat sebagai berikut:
(1)
Kabul harus sesuai dengan ijab;
(2)
Ada kesepakatan antara ijab dengan kabul pada barang yang ditentukan mengenai
ukuran dan harganya;
(3)
Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan akad,
misalnya: “Buku ini akan saya jual kepadamu Rp 10.000,00 jika saya menemukan
uang”.
(4)
Akad tidak boleh berselang lama, karena hal itu masih berupa janji.
Mengucapkan
dalam akad merupakan salah satu cara lain yang dapat ditempuh dalam mengadakan
akad, tetapi ada juga dengan cara lain yang dapat menggambarkan kehendak untuk
berakad para ulama menerangkan beberapa cara yang ditempuh dalam akad
diantaranya:
(1).
Dengan cara tulisan, misalnya, ketika dua orang yang terjadi transaksi jual
beli yang berjauhan maka ijab qabul dengan cara tulisan (kitbah).
(2).
Dengan cara isyarat, bagi orang yang tidak dapat melakukan akad jual beli
dengan cara ucapan atau tulisan, maka boleh menggunakan isyarat. Sehingga
muncullah kaidah:
الاشارة
المعهودة لاخرش كالبيان باللسان
isyarat
bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah (Suhendi, 2007:49).
(3).
Dengan cara ta’ahi (saling memberi), misalnya, seseorang melakukan pemberian
kepada orang lain, dan orang yang diberi tersebut memberikan imbalan kepada
orang yang memberinya tanpa ditentukan besar imbalan.
(4).
Dengan cara lisan al-hal, menurut sebagian ulama mengatakan, apabila seseorang
meninggalkan barang-barang dihadapan orang lain kemudian orang itu pergi dan
orang yang ditinggali barang-barang itu berdiam diri saja hal itu dipandang
telah ada akad ida’ (titipan) antara orang yang meletakkan barang titipan
dengan jalan dalalah al hal.
3.
Membedakan jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang Jual beli
yang diperbolehkan dalam Islam adalah :
a.
telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli
b.
jenis barang yang dijual halal
c.
jenis barangnya suci
d.
barang yang dijual memiliki manfaat
e.
atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan
f.
saling menguntungkan
Adapun
bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam agama Islam karena merugikan
masyarakat di antaranya sebagai berikut:
a.
memperjualbelikan barang-barang yang haram
b.
jual beli barang untuk mengacaukan pasar
c.
jual beli barang curian
d.
jual beli dengan syarat tertentu
e.
jual beli yang mengandung unsur tipuan
f.
jual beli barang yang belum jelas misalnya menjual ikan dalam kolam
g.
jual beli barang untuk ditimbun
2.4. Macam-Macam Jual Beli dalam Islam
Macam–macam jual beli (bisnis) dalam Islam, dapat di
lihat pada dua sudut pandang yaitu dari kaca mata hukum Islam dan dari kaca
mata barang yang di perjual belikan. Bisnis dilihat dari kaca mata hukum Islam
di bagi menjadi dua macam, yaitu jual beli (bisnis) yang sah menurut hukum
Islam dan jual beli yang batal menurut hukum Islam.
Jual
beli (bisnis) yang dapat dibatalkan menurut hukum Islam, yaitu;
(a) jual beli barang yang di haramkan,
عن
جابر رض آن رسول الله ص م قال إن الله ورسوله حرم بيع الخمر و
الميته
والخنزير والاصنام )رواه البخارى ومسلم(ا
“Dari
jabir r.a Rasulullah, bersabda sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah
mengharamkan menjual arak,bangkai,babi dan berhala”(HR Bukhari dan Muslim)
(b)
Jual beli sperma (mani) hewan. Hukum Islam membolehkan untuk menjual daging
kambing yang belum di kuliti dengan ukuran timbang ,dan sama halnya dengan di
bolehkan menjual ayam sembelihan dengan kotorannya masih di dalam perut ayam
tersebut (Abdurrahman, 2004: 40).
(c)
Jual beli dengan perantara (al–wasilat), melalui perantara artinya memesan
barang dengan akad jual membeli yang belum sempurna membayarnya tetapi tiba
tiba ia mundur dari hak akad. Para ulama’ memperbolehkan jual beli dengan
membayar dahulu agar barang tersebut tidak di beli oleh orang lain.
(d) Jual beli anak binatang yang masih berada
di perut induknya karena barangnya belum ada jadi tidak di bolehkan.
(e)
Jual beli muhaqallah / baqallah tanah, sawah dan kebun maksudnya jual beli
tanaman yang masih diladang atau sawah yang belum pasti wujudnya, hal ini masih
diragukan bisa mengakibatkan ketidak rilaan dari pembeli atau penyesalan dari
penjual, termasuk kategori jual beli gharar.
(f) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual
buah–buahan yang belum pantas untuk panen, di dilarang karena masih samar
karena dapat dimungkinkan buah itu jatuh tertiup angin sebelum diambil oleh
pembelinya atau busuk dan lain sebaginya.
(g) Jual beli muammasah, yaitu jual beli
secara sentuh menyantuh kain yang sedang dipajangkan, orang yang menyentuh kain
tersebut harus membeli.
(h) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual
beli secara lempar melempar, maksudnya seperti pelelengan barang harga yang
paling besar itu yang akan mendapatkan barang tersebut, hal ini ditakutkan
adanya penipuan.
(i)
Jual beli muzaabanah, yaitu menjual barang yang basah dan yang kering,
maksudnya barang yang diperjual belikan dicampur dan mengakibatkan tidak adanya
keseimbangan barang.
“Jual beli” ada tiga macam yaitu :
1) Jual beli barang yang kelihatan,
2) Jual beli yang disebutkan sifat–sfat nya
dalam janji dan
3) Jual beli benda yang tidak ada.
Jual beli benda yang kelihatan
maksudnya pada waktu melakukan akad jual beli antara pembeli dan penjual ada
yang di perjual belikan ada di depan mata. Hal ini banyak masyarakat yang
melakukannya, ini dibolehkan, contoh di pasar membeli beras. Tapi, juga ada
praktek di masyarakat
Jual beli yang hanya
menyebutkan sifatnya atau contohnya, hal ini dilakukan di masyarakat dalam jual
beli pesan barang, misalnya, pesan makanan, disebut bai’ salam dalam hukum
Islam dibolehkan. Sedangakan jual beli yang barangnya belum ada atau sifatnya
belum ada seperti membeli kacang dalam tanah, membeli ikan dalam kolam belum
jelas, dalam hukum Islam tidak diperbolehkan. Kecuali bagi orang-orang tertentu
yang mempunyai keahlian dalam menaksir, maka diperbolehkan.
2.5.Hak dan Kewajiban antara
Penjual dan Pembeli
Untuk menghindari dari
kerugian salah satu pihak maka jual beli haruslah dilakukan dengan kejujuran,
tidak ada penipuan, paksaan, kekeliruan dan hal lain yang dapat mengakibatkan
persengketaan dan kekecewaan atau alasan penyesalan bagi kedua belah pihak maka
kedua belah pihak haruslah melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban
masing-masing, diantaranya: pihak penjual menyerahkan barangnya sedangkan pihak
pembeli menyerahkan uangnya sebagai pembayaran. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah hendaklah dilakukan penulisan dari transaksi tersebut.
Sebagaiman firman Allah SWT:
يَ أَيَُّا الَِّينَ آَمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُْ بِدَيْنٍ
إِلَ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُْ
كَتِبٌ بِلْعَدْلِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan
benar” (QS. Al-Baqarah: 282).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bagi umat Islam yang melakukan bisnis dan selalu
berpegang teguh pada norma-norma hukum Islam, akan mendapatkan berbagai hikmah
diantaranya;
(a)
bahwa jual beli (bisnis) dalam Islam dapat bernilai sosial atau tolong
menolong terhadap sesama, akan menumbuhkan berbagain pahala,
(b) bisnis dalam Islam merupakansalah satu cara
untuk menjaga kebersihan dan halalnya barang yang dimakan untuk dirinya dan
keluarganya,
(c)
bisnis dalam Islam merupakan cara untuk memberantas kemalasan, pengangguran dan
pemerasan kepada oranglain,
(e)
berbisnis dengan jujur, sabar, ramah, memberikan pelayanan yang memuaskan
sebagai mana diajarkan dalam Islam akan selalu menjalin persahabatan kepada
sesama manusia
3.2. Saran-saran
1. Jual beli merupakan kegiatan yang sering
dilakukan oleh setiap manusia, namun pada zaman sekarang manusia tidak
menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana.
Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam
bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya.
2. Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah
memperbolehkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka dari itu, jauhilah riba
dan jangan sampai kita melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan
orang lain.
3. Hendaklah meninggalkan jual beli dan segala
kesibukan lainnya kemudian beribadahlah kepada Allah ketika mendengarkan seruan
adzan. Karena sesungguhnya Allah SWT mengharamkan jual beli di waktu tertentu.
Dimana kita harus melakukan ibadah, seperti shalat jum’at dan shalat fardhu.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman, 1976, Fiqh Islam, Jakarta:
Attahiriyah.
Dahlan, Abdul Azis, (editor), 1996, Ensiklopedi
Hukum Islam, Jilid
5,Jakarta: Ichtiar Barn van Hoeve.
Sunarto, Achmad. Fat-hul qarib. 1991. Surabaya:
Al-Hidayah
http://www. Hukum jual beli dalam islam.Com
mantap, izin copas
BalasHapus