Sabtu, 20 Januari 2018

JUAL BELI (agama islam)



MAKALAH AGAMA ISLAM
“JUAL BELI”

DOSEN PENGAMPU : SITI NURKHOMSIATUN.K

Di Susun oleh :
Program Studi : D3-Kebidanan
Kelas               : A 14.2
Kelompok       : I ( satu )

  Nama                                      Nim

1.      Dewi nurinda        :  17150047
2.      Dewi Lestari          :  17150048
3.      Vivin Wahyuniati  :  17150050
4.      Ratna indah sari     :  17150054
5.      Anggi trisia           :  17150057
6.      Irnawati                 :  17150061
7.      Hacika Sukawati   :  17150062
8.      Oksi trijayanti        :  17150063
9.      Wijianti                  :  17150064
10.  Winada                  :  17150066
11.  Nindi frawika         :  17150067


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2017/2018

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,
Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Hukum Jual Beli dalam Islam ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah . kami   telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun ini pun belum mencapai tahap kesempurnaan.
Kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Ibu Siti Nurkhomsiatun yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan semoga amal ibadah serta kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Amin.

Yogyakarta ,29 Oktober 2017

Penyusun,










DAFTAR ISI
         
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BABI : PENDAHULUAN...............................................................................................4
1.1.   Latar Belakang ........................................................................................................4
1.2.   Rumusan Masalah ..................................................................................................4
1.3.   Tujuan Masalah .....................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jual Beli...................................................................................................5
2.2. Jual Beli dalam Pandangan Islam.............................................................................8
2.3. Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam..................................................................9
2.4. Macam-Macam Jual Beli dalam Islam....................................................................12
2.5.Hak dan Kewajiban antara Penjual dan Pembeli......................................................13

BAB III: PENUTUP......................................................................................................14
3.1. Kesimpulan..............................................................................................................14
3.2. Saran-saran..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................15








BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Masalah.
Jual beli merupakan suatu interaksi antara penjual dan pembeli dimana keduanya melakukan kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang. Allah telah berfirman dalam Al-qur’an surat Al-baqoroh ayat 275 yang artinya:“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Pada makalah ini akan dibahas tentang hukum-hukum jual beli menurut hukum islam. Dalam hukum jual beli terdapat bentuk akad jual beli yang telah dibahas oleh para ulama’ dalam fiqih muamalah. Tentang syarat-syarat, rukun-rukun dan hukum-hukum jual beli dalam islam.
Dalam dunia islam, jual beli harus memberi manfaat antara penjual dan pembeli tanpa ada yang dirugikan. Karena jual beli juga merupakan sarana tolong-menolong sesama manusia.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ilmiyah ini ada beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Apa pengertian jual beli?
2.      Apa syarat, rukun dan hukum jual beli dalam islam?
3.      Apa sajakah jual beli yang terlarang?

1.3. Tujuan Masalah
            Dalam penulisan karya tulis ilmiyah ini mempunyai beberapa tujuan masalah, yaitu:
1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian jual beli.
2.      Untuk mengetahui dan memahami syarat, rukun dan hukum jual beli dalam islam.
3.      Untuk mengetahui dan memahami beberapa jual beli yang telarang






BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jual Beli
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asysyira (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli (Haroen, 2000:111).
Sedangkan menurut istilah jual beli adalah transaksi antara penjual dan pembeli untuk melakukan tukar-menukar barang atas dasar suka sama suka yang disertai dengan akad. Akad jual beli dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan bentuk perkataan  dan perbuatan.
·         Bentuk perkataan terdiri dari ijab dan qobul, ijab adalah kata yang keluar dari penjual seperti ucapan “saya jual” dan qobul adalah kata yang keluar dari pembeli seperti ucapan “saya beli”.
·         Bentuk perbuatan yaitu muathoh (saling memberi)yang terdiri dari perbuatan mengambil dan member seperti penjual memberikan barang kepada pembeli dan pembeli memberikan harga yang wajar (telah ditentukan)
Menurut bahasa, jual beli berarti menukarkan sesuatu dengan sesuatu (Al-Jaziri, 2003:123). Sedangkan menurut istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis adalah:
a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan (Idris, 1986 :5).
b. Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi
واما شرعا فاً حسن ما قيل فى تعريفة انه تمليك مالية بمعاوضة باذن شرعي
اًوتمليك منفعة مباحة على التاً بيد بثمنى مالي
Menurut syara, pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang (al- Ghazzi, t.th:30).
c. Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al-Akhyar
مقابالة مال قابلين للتصر ف بايجاب و قبول على الوجه الما ءذون فيه
Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab qobul, dengan cara yang sesuai dengan syara (Taqiyuddin, t.th:329).
d. Syeikh Zakaria al Anshari dalam kitabnya fath Al-Wahab
مقبا لة مال بمال على وجه مخصوص 242 Shobirin
Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam Tukar-menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan) (Zakariya, t.th:157).
e. Menurut Sayyid Sabiq dalam Kitabnya Fiqh Sunnah
عقد يقوم على اساس مبادلة المال بالمال ليفدتبادل الملكيات على الدوالدا
Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan (Sabiq, t.th:126).
f. Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli (bisnis), diantaranya; ulamak Hanafiyah “
Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang di bolehkan) syara’ yang disepakati”. Menurut Imam nawawi dalam al-majmu’ mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik atas dasar saling merelakan (Suhendi, 2007: 69-70).
A.    Pengertian Khiyar
Khiyar menurut bahasa adalah memilih, sedangkan menurut istilah adalah antara penjual dan pembeli memilih yang terbaikdari dua perkara untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli. Khiyar terdiri dari delapan macam, yaitu:
·         Khiyar Majlis (Pilihan Majlis)
Yaitu taempat berlangsungnya jual beli. Maksudnya bagi yang berjual beli mempunyai hak untuk memilih selama keduanya ada di dalam majlis. Rasulullah SAW bersabda “jika dua orang saling berjual beli, maka masing-masing mempunyai hak untuk memilih selama belum berpisah dan keduanya ada di dalam majlis”.
Khiyar majlis menjadi bubar ada kalanya disebabkan berpisahnya kedua belah pihak dari tempat akadnya atau penjual dan pembeli memilih menggugurkan akadnya.
·              Khiyar Syarat
Yaitu masing-masing dari penjual dan pembeli mensyaratkan adanya khiyar ketika melakukan akad atau setelahnya selama khiyar majlis dalam waktu tertentu. Dan dua orang yang bertransaksi sah untuk mensyaratkan khiyar terhadap salah seorang dari keduanya karena khiyar merupakan hak dari keduanya, maka selama keduanya ridho berarti hal itu boleh.

·              Khiyar Ghobn
Yaitu jika seorang tertipu dalam jual beli dengan penipuan yang keluar dari kebiasaan, maka seorang telah tertipu diberi pilihan akan melangsungkan transaksinya atau membatalkannya. Dan orang yang tertipu tidak akan lapang jiwanya dengan penipuan, kecuali kalau penipuan tersebut adalah penipuan ringan yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada khiyar baginya.
·              Khiyar Tadlis
Yaitu menampakkan barang yang aib (cacat) dalam bentuk yang bagus seakan-akan tidak ada cacat. Tadlis diambil dari kata ad-dzulma (gelap) yaitu penjual menunjukkan barang kepada pembeli yang bagus di dalam kegelapan sehingga barang tersebut tidak terlihat secara sempurna. Tadlis ada dua macam, yaitu:
a.  Menyembunyikan cacat barang
b.  Menghiasi dan memperindahnya dengan sesuatu yang menyebabkan harganya bertambah.
Tadlis hukumnya adalah haram, dan bagi pembeli yang sudah terlanjur membeli barang tadlis maka syariat memperbolehkan mengembalikan barang pembeliannya.
·              Khiyar aib
Yaitu khiyar bagi pembeli yang disebabkan adanya aib dalam suatu barang yang tidak disebutkan oleh penjual atau tidak diketahui olehnya, akan tetapi jelas aib itu ada dalam barang-barang dagangan sebelum dijual. Adapun ketentuan aib yang memperbolehkan adanya khiyar adalah dengan adanya aib itu biasanya menyebabkan nilai barang berkurang atau mengurangi harga barang itu sendiri.
Apabila pembeli mengetahui aib setelah akad, maka baginya berhak khiyar untuk melanjutkan membeli dan mengambil ganti rugi seukuran perbedaan antara harga barang yang baik dengan yang terdapat aib. Atau boleh bagi pembeli untuk membatalkan pembelian dengan mengembalikan barang dan meminta kembali uang yang telah ia berikan.
Khiyar aib harus memenuhi persyaratan sebagai berikut;
(a) Aib ( cacat) tersebut sebelum akad atau setelah akad namun belum terjadi penyerahan. Jika cacat tersebut terjadi setelah penyerahan atau terjadi dalam penguasaan pembeli maka tidak berlaku hak khiyar,
(b) Pihak pembeli tidak mengetahui akad tersebut ketika berlangsung akad atau ketika berlangsung penyerahan. Jika pihak pembeli sebelumnya telah mengetahuinya maka tidak ada hak khiyar baginya
(c) Tidak ada kesepakatan bersyarat bahwasanya penjual tidak bertanggung jawab terhadap segala cacat yang ada. Jika ada kesepakatan bersyarat seperti itu, maka hak khiyar bagi pembeli menjadi gugur. Khiyar aib ini berlaku semenjak pembeli mengetahui cacat setelah berlangsungnya akad. Adapun batas waktu menuntut pembatalan akad terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqoha. Menurut fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah, batas waktunya berlaku secara tarakhi (pihak yang dirugikan tidak harus menuntut pembatalan akad ketika ia mengetahui cacat tersebut). Sedang menurut fuqaha Malikiyah dan Syafi‟iyah, batas waktunya berlaku secara faura (seketika, artinya pihak yang dirugikan harus menggunakan hak khiyar secepat mungkin, jika ia mengulur- ulur waktu tanpa alasan yang dapat dibenarkan maka hak khiyar gugur dan akad dianggap telah lazim / pasti).
Hak khiyar aib ini gugur apabila:
 (a) Pihak yang dirugikan merelakan setelah ia mengetahui cacat tersebut,
(b) Pihak yang dirugikan sengaja tidak menuntut pembatalan akad,
(c) Terjadi kerusakan atau terjadi cacat baru dalam penguasaan pihak pembeli
(d) Terjadi pengembangan atau penambahan dalam penguasaan pihak pembeli, baik dari sejumlah seperti beranak atau bertelur, maupun dari segi ukuran seperti mengembang.
·         Khiyar Takhbir Bitsaman
Yaitu menjual barang dengan harga pembelan, kemudian penjual mengkhabarkan kadar barang tersebut ternyata tidak sesuai dengan hakikat dari barang tersebut.
·         Khiyar Bisababi Takhaluf
Khiyar yang terjadi apabila pembeli dan penjual berselisih dalam sebagian perkara, sepertiberselisih dalam kadar harganya, ukurannya atau berselisih dalam keadaan tidak ada kejelasan dari keduanya, maka ketika itu terjadi perselisihan dan keduanya mempunyai keinginan yang berbeda. Maka keduanya boleh membatalkan jika ia tidak ridha dengan perkataan lainnya.
·         Khiyar Ru’yah
Yaitu khiyar bagi pembeli, jika ia membeli suatu barang berdasarkan penglihatan sebelumnya, kemudian ia mendapati adanya perubahan sifat barang tersebut. Maka ketika itu baginya berhak untuk memilih antara melanjutkan atau membatalkan pembelian.
2.2. Jual Beli dalam Pandangan Islam
Berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (Q.S.Al.Baqarah: 275)
Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa Allah telah menghalalkan jual beli kepada hamba-hamban-Nya dengan baik dan melarang praktek jual beli yang mengandung riba.
وَأَحَلَّ الَّلُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَ
Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).
Allah mengharamkan kepada umat Islam memakan harta sesama dengan jalan batil, misalnya dengan cara mencuri, korupsi, menipu, merampok, memeras, dan dengan jalan lain yang tidak dibenarkan Allah., kecuali dengan jalan perniagaan atau jual beli dengan didasari atas dasar suka sama suka dan saling menguntungkan.
Dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim yang berbunyi, Rasulullah SAW bersabda:
ى رَسُولُ الَّلِ صَلَّ الَّلُ عَلَيْهِ وَسَلََّ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ 􀌖 عَنْ أَبِ هُرَيْرَةَ قَالَ نََ
وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ)رواه المسلم(ا
Dari Hurairah RA. Rasulullah SAW mencegah dari jual belinya melempar kerikil dan jual beli Garar (H.R. Muslim) (Muslim, t.th : 156-157).
Berdasarkan hadist diatas bahwa jual beli hukumnya mubah atau boleh, namun jual beli menurut Imam Asy Syatibi hukum jual beli bisa menjadi wajib dan bisa haram seperti ketika terjadi ihtikar yaitu penimbunan barang sehingga persedian dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam ini maka pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual baraang sesuai dengan harga dipasaran dan para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintan didalam menentukan harga dipasaran serta pedangan juga dapat dikenakan saksi karena tindakan tersebut dapat merusak atau mengacaukan ekonomi rakyat.
2.3. Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam
1. Rukun jual beli
Jual beli dinyatakan  sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli berarti sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan. Menurut sebagian besar  ulama, rukun jual beli ada empat macam, yaitu:
a) Penjual dan pembeli
b) Benda yang dijual
c) Alat tukar yang sah (uang)
d) Ijab Kabul

Ijab adalah perkataan penjual dalam menawarkan barang dagangan, misalnya: “Saya jual barang ini seharga Rp 5.000,00”.  Sedangkan kabul adalah perkataan pembeli dalam menerima jual beli, misalnya: “Saya beli barang itu seharga Rp 5.000,00”.  Imam Nawawi berpendapat, bahwa ijab dan kabul tidak harus diucapkan, tetapi menurut adat kebiasaan yang sudah berlaku. Hal ini sangat sesuai dengan transaksi jual beli yang terjadi saat ini di pasar swalayan. Pembeli cukup mengambil barang yang diperlukan kemudian dibawa ke kasir untuk dibayar.
2. Syarat sah jual beli
Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan dalam jual beli misalnya dengan mengurangi timbangan, mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih rendah  kemudian dijual dengan harga barang yang berkualitas baik. Rasulullah Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan. Oleh karena itu seorang pedagang dituntut untuk berlaku jujur dalam menjual dagangannya. Adapun syarat sah jual beli adalah sebagai berikut:
a) Penjual dan pembeli
(1) Jual beli dilakukan oleh orang yang berakal agar tidak tertipu dalam jual beli. Allah swt.berfirman dalam surah an-Nisaa’ ayat 5 :
وَﻻَ تُؤْ تُوْاالسُّفَهَاءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَمًا
Artinya:
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu.(Q.S.an-Nisaa’:5)

(2) Jual beli dilakukan atas kemauan sendiri (tidak dipaksa). Dalam Surah an-Nisaa’ ayat 29 Allah berfirman:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ﺍٰمَنُوْاﻻَ تَأْكُلُوْا أَمْوَآلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَاطِلِ اِﻻﱠ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar) kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. (Q.S. an-Nisaa’: 29)

(3) Barang yang diperjualbelikan memiliki manfaat (tidak mubazir)
(4) Penjual dan pembeli sudah balihg atau dewasa, akan tetapi anak-anak yang belum baligh  dibolehkan melakukan jual beli untuk barang-barang yang bernilai kecil, misalnya jual beli buku dan koran.
b) Syarat uang dan barang yang dijual
(1) Keadaan barang suci atau dapat disucikan.
(2) Barang yang dijual  memiliki manfaat.
(3) Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang dipercayakan kepadanya untuk dijual. Rasulullah bersabda:
ﻻَ بَيْعَ اِﻻﱠ فِيْمَا تُمْلِكُ رواه ابو داود
Artinya :
Tidak Sah jual beli kecuali pada barang yang dimiliki.(H.R. Abu Daud dari Amr bin Syu’aib)
(4) Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan dalam jual beli.
(5) Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat dan bentuknya oleh penjual dan pembeli.
c) Ijab kabul
Ijab adalah pernyataan penjual barang sedangkan Kabul adalah perkataan pembeli barang. Dengan demikian, ijab kabul merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli atas dasar suka sama suka. Ijab dan kabul dikatakan sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
(1) Kabul harus sesuai dengan ijab;
(2) Ada kesepakatan antara ijab dengan kabul pada barang yang ditentukan mengenai ukuran dan harganya;
(3) Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan akad, misalnya: “Buku ini akan saya jual kepadamu Rp 10.000,00 jika saya menemukan uang”.
(4) Akad tidak boleh berselang lama, karena hal itu masih berupa janji.
Mengucapkan dalam akad merupakan salah satu cara lain yang dapat ditempuh dalam mengadakan akad, tetapi ada juga dengan cara lain yang dapat menggambarkan kehendak untuk berakad para ulama menerangkan beberapa cara yang ditempuh dalam akad diantaranya:
(1). Dengan cara tulisan, misalnya, ketika dua orang yang terjadi transaksi jual beli yang berjauhan maka ijab qabul dengan cara tulisan (kitbah).
(2). Dengan cara isyarat, bagi orang yang tidak dapat melakukan akad jual beli dengan cara ucapan atau tulisan, maka boleh menggunakan isyarat. Sehingga muncullah kaidah:
الاشارة المعهودة لاخرش كالبيان باللسان
isyarat bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah (Suhendi, 2007:49).
(3). Dengan cara ta’ahi (saling memberi), misalnya, seseorang melakukan pemberian kepada orang lain, dan orang yang diberi tersebut memberikan imbalan kepada orang yang memberinya tanpa ditentukan besar imbalan.
(4). Dengan cara lisan al-hal, menurut sebagian ulama mengatakan, apabila seseorang meninggalkan barang-barang dihadapan orang lain kemudian orang itu pergi dan orang yang ditinggali barang-barang itu berdiam diri saja hal itu dipandang telah ada akad ida’ (titipan) antara orang yang meletakkan barang titipan dengan jalan dalalah al hal.
3. Membedakan jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah :
a. telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli
b. jenis barang yang dijual halal
c. jenis barangnya suci
d. barang yang dijual memiliki manfaat
e. atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan
f. saling menguntungkan
Adapun bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam agama Islam karena merugikan masyarakat di antaranya  sebagai berikut:
a. memperjualbelikan barang-barang yang haram
b. jual beli barang untuk mengacaukan pasar
c. jual beli barang curian
d. jual beli dengan syarat tertentu
e. jual beli yang mengandung unsur tipuan
f. jual beli barang yang belum jelas misalnya menjual ikan dalam kolam
g. jual beli barang untuk ditimbun

2.4. Macam-Macam Jual Beli dalam Islam
Macam–macam jual beli (bisnis) dalam Islam, dapat di lihat pada dua sudut pandang yaitu dari kaca mata hukum Islam dan dari kaca mata barang yang di perjual belikan. Bisnis dilihat dari kaca mata hukum Islam di bagi menjadi dua macam, yaitu jual beli (bisnis) yang sah menurut hukum Islam dan jual beli yang batal menurut hukum Islam.
Jual beli (bisnis) yang dapat dibatalkan menurut hukum Islam, yaitu;
 (a) jual beli barang yang di haramkan,
عن جابر رض آن رسول الله ص م قال إن الله ورسوله حرم بيع الخمر و
الميته والخنزير والاصنام )رواه البخارى ومسلم(ا
“Dari jabir r.a Rasulullah, bersabda sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak,bangkai,babi dan berhala”(HR Bukhari dan Muslim)
(b) Jual beli sperma (mani) hewan. Hukum Islam membolehkan untuk menjual daging kambing yang belum di kuliti dengan ukuran timbang ,dan sama halnya dengan di bolehkan menjual ayam sembelihan dengan kotorannya masih di dalam perut ayam tersebut (Abdurrahman, 2004: 40).
(c) Jual beli dengan perantara (al–wasilat), melalui perantara artinya memesan barang dengan akad jual membeli yang belum sempurna membayarnya tetapi tiba tiba ia mundur dari hak akad. Para ulama’ memperbolehkan jual beli dengan membayar dahulu agar barang tersebut tidak di beli oleh orang lain.
 (d) Jual beli anak binatang yang masih berada di perut induknya karena barangnya belum ada jadi tidak di bolehkan.
(e) Jual beli muhaqallah / baqallah tanah, sawah dan kebun maksudnya jual beli tanaman yang masih diladang atau sawah yang belum pasti wujudnya, hal ini masih diragukan bisa mengakibatkan ketidak rilaan dari pembeli atau penyesalan dari penjual, termasuk kategori jual beli gharar.
 (f) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah–buahan yang belum pantas untuk panen, di dilarang karena masih samar karena dapat dimungkinkan buah itu jatuh tertiup angin sebelum diambil oleh pembelinya atau busuk dan lain sebaginya.
 (g) Jual beli muammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyantuh kain yang sedang dipajangkan, orang yang menyentuh kain tersebut harus membeli.
 (h) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, maksudnya seperti pelelengan barang harga yang paling besar itu yang akan mendapatkan barang tersebut, hal ini ditakutkan adanya penipuan.
(i) Jual beli muzaabanah, yaitu menjual barang yang basah dan yang kering, maksudnya barang yang diperjual belikan dicampur dan mengakibatkan tidak adanya keseimbangan barang.
Jual beli” ada tiga macam yaitu :

1) Jual beli barang yang kelihatan,
2) Jual beli yang disebutkan sifat–sfat nya dalam janji dan
3) Jual beli benda yang tidak ada.

Jual beli benda yang kelihatan maksudnya pada waktu melakukan akad jual beli antara pembeli dan penjual ada yang di perjual belikan ada di depan mata. Hal ini banyak masyarakat yang melakukannya, ini dibolehkan, contoh di pasar membeli beras. Tapi, juga ada praktek di masyarakat
Jual beli yang hanya menyebutkan sifatnya atau contohnya, hal ini dilakukan di masyarakat dalam jual beli pesan barang, misalnya, pesan makanan, disebut bai’ salam dalam hukum Islam dibolehkan. Sedangakan jual beli yang barangnya belum ada atau sifatnya belum ada seperti membeli kacang dalam tanah, membeli ikan dalam kolam belum jelas, dalam hukum Islam tidak diperbolehkan. Kecuali bagi orang-orang tertentu yang mempunyai keahlian dalam menaksir, maka diperbolehkan.

2.5.Hak dan Kewajiban antara Penjual dan Pembeli

Untuk menghindari dari kerugian salah satu pihak maka jual beli haruslah dilakukan dengan kejujuran, tidak ada penipuan, paksaan, kekeliruan dan hal lain yang dapat mengakibatkan persengketaan dan kekecewaan atau alasan penyesalan bagi kedua belah pihak maka kedua belah pihak haruslah melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing, diantaranya: pihak penjual menyerahkan barangnya sedangkan pihak pembeli menyerahkan uangnya sebagai pembayaran. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hendaklah dilakukan penulisan dari transaksi tersebut. Sebagaiman firman Allah SWT:

يَ أَيَُّا الَِّينَ آَمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُْ بِدَيْنٍ إِلَ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُْ
كَتِبٌ بِلْعَدْلِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar” (QS. Al-Baqarah: 282).



















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bagi umat Islam yang melakukan bisnis dan selalu berpegang teguh pada norma-norma hukum Islam, akan mendapatkan berbagai hikmah diantaranya;

(a)    bahwa jual beli (bisnis) dalam Islam dapat bernilai sosial atau tolong menolong terhadap sesama, akan menumbuhkan berbagain pahala,
(b) bisnis dalam Islam merupakansalah satu cara untuk menjaga kebersihan dan halalnya barang yang dimakan untuk dirinya dan keluarganya,
 (c) bisnis dalam Islam merupakan cara untuk memberantas kemalasan, pengangguran dan pemerasan kepada oranglain,
 (e) berbisnis dengan jujur, sabar, ramah, memberikan pelayanan yang memuaskan sebagai mana diajarkan dalam Islam akan selalu menjalin persahabatan kepada sesama manusia

3.2. Saran-saran

1. Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia, namun pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya.
2. Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan orang lain.
3. Hendaklah meninggalkan jual beli dan segala kesibukan lainnya kemudian beribadahlah kepada Allah ketika mendengarkan seruan adzan. Karena sesungguhnya Allah SWT mengharamkan jual beli di waktu tertentu. Dimana kita harus melakukan ibadah, seperti shalat jum’at dan shalat fardhu.













DAFTAR PUSTAKA


Rasjid, Sulaiman, 1976, Fiqh Islam, Jakarta: Attahiriyah.

Dahlan, Abdul Azis, (editor), 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid
5,Jakarta: Ichtiar Barn van Hoeve.


Sunarto, Achmad. Fat-hul qarib. 1991. Surabaya: Al-Hidayah

http://www. Hukum jual beli dalam islam.Com

1 komentar:

puisi pancasila tetap abadi

[PUISI] Pancasila Tetap Abadi Sudah cukup banyak nyawa yang kita korbankan Sudah cukup banyak tangis yang kita dengarkan Sudah ...