BAB III
PEMBAHASAN
3.1.Perkembangan
Psikologi Pada Anak Pra Sekolah
Menurut Alimul Aziz (2005)
dalam Marmi dan Magiyati (2017) anak diartikan sebagai seseorang yang berusia
kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan
khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Pasal 1 ayat 1
UU No.23 tahun 2002 dalam Marmi dan Magiyati (2017) tentang perlindungan anak
menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini.
3.2.Prinsip
perkembangan anak
Menurut Marmi dan
Magiyati (2017) dalam perkembangan anak dikenal prinsip-prinsip perkembangan
sebagai berikut :
1.
Perkembangan
berlangsung seumur hidup hidup dan meliputi semua aspek. Perkembangan bukan
hanya berkenaan dengan aspek-aspek tertentu tetapi menyangkut semua aspek.
Perkembangan aspek tertentu mungkin lebih terlihat dengan jelas, sedangkan
aspek yang lainnya lebih tersembunyi. Perkembangan tersebut juga berlangsung terus
sampai akhir hayatnya.
2.
Setiap anak
memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas perkembangan yang berbeda. Seseorang
anak mungkin mempunyai kekampuan berfikir dan membina hubungan social yang
sangat tinggi dan tempo perkembangannya dalam segi itu sangat cepat, sedangkan
dalam aspek lainnya seperti keterampilan atau estetika kemampuannya kurang dan
perkembangannya lambat. Sebaliknya, ada anak yang keterampilan dan estetikanya
berkembang pesat sedangkan kemampuan berpikir dan hubungan sosialnnya agak
lambat.
3.
Perkembangan secara
relative beraturan, mengikuti pola-pola tertentu, perkembangan sesuatu segi
didahului atau mendahului segi yang lainnya. Anak bisa merangkak sebelum anak
bisa berjalan, anak bisa meraban sebelum anak bisa berbicara, dan sebagainya.
4.
Perkembangan
berlangsung secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit. Secara normal
perkembangan itu berlangsung sedikit demi sedikit tetapi dalam situasi-situasi
tertentu dapat juga terjadi loncat-loncatan.
5.
Perkembangan
berlangsung dari kemampuan yang bersifat uum menuju ke yang lebih khusus,
mengikuti proses diferensiasi dan
integrase. Perkembangan dimulai dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan
yang bersifat umum, seperti kemampuan memegang dimulai dengan dengan memegang
benda besar dengan kedua tangannya, baru kemudia memegang dengan satu tangan
tetapi dengan kelima jaringan.
6.
Secara normal
perkembangan individu mengikuti seluruh fase tetapi karena faktor-faktor
khusus, fase tertentu dilewati secara cepat , sehingga Nampak keluar seperti
tidak melewati fase tersebut, fase lainnya diikuti dengan sangat lambat
sehingga Nampak seperti tidak berkembang.
7.
Perkembangan
sesuatu aspek dipercepat atau diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh
factor-faktor pembawaan dan juga faktor lingkungan.
8.
Perkembangan
aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berhubungan dengan aspek lainnya.
Kemampuan berkembang social sejajar dengan kemampuan berbahasa , kemampuan
motoric sejajar dengan kemampuan pengamatan dan lain sebagainya.
9.
Pada saat tertentu
dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan wanita. Pada
usia 12-13 tahun , wanita lebih cepat matang secara social dibandingkan dengan
laki-laki. Laki-laki lebih kuat dalam kemampuan intelektualnya sedangkan wanita
lebih kuat dalam kemampuan berbahasa dan estetikanya.
3.3.Perkembangan
Psikologi Remaja
Sherif dkk., dalam Abu Ahmadi (2007: 3) mengemukakan
bahwa psikologi sosial ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman dan
tingkah laku individu manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi
perangsang sosial. Dalam hal ini Sherif dan Sherif menghubungkan antara tingkah
laku dengan situasi perangsang social. Perangsang sudah barang tentu erat
sekali hubungannya antara manusia dengan masyarakat. Dengan demikian apapun
definisi mengenai psikologi sosial itu, tidak dapat lepas dari adanya situasi sosial
atau interaksi sosial dan fokusnya adalah perilaku individu dan sosial.
Dalam Kamus Psikologi dijelaskan bahwa puberty (pubertas)
adalah periode dalam kehidupan di mana terjadi kematangan organ-organ seks
mencapai tahap menjadi fungsional. Terdapat variasi yang jelas sekali diantara
individu-individu yang berbeda; akan tetapi pada umumnya usia bagi akhir
periode ini diberikan sebagai berikut: untuk anak gadis ialah usia tiga belas
tahun dan pada anak laki empat belas tahun.
Pubertas
(puberty) ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi
dengan pesat terutama pada awal masa remaja.Kematangan seksual merupakan suatu
rangkaian dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja, yang ditandai
dengan perubahan pada ciri-ciri seks primer (primary sex characteristics) dan
ciri-ciri seks sekunder (secondary sex characteristics). Meskipun perkembangan
ini biasanya mengikuti suatu urutan tertentu, urutan dari kematangan seksual
tidak sama pada setiap anak dan terdapat perbedaan individual dalam umur dari
perubahan-perubahan tersebut (Desmita, 2010:192).
Masa
puber atau remaja inilah yang berlangsung paling lama diantara fase yang lain
dan merupakan inti seluruh masa pemuda. Karena itu, masa pemuda sering juga
disebut masa remaja. Anak perempuan disebut gadis remaja dan anak laki-laki
disebut bujang remaja atau remaja saja.Beberapa perkembangan perilaku
psikososial diantaranya:
1.
Perkembangan
Pemahaman Diri dan Identitas
Proses pembentukan identitas
diri merupakan proses yang panjang dan kompleksyang membutuhkan kontinuitas
dari masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang dari kehidupan individu.
Hal ini akan membentuk kerangka berpikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan
perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan (Soetjiningsih, 2007: 47).
Dengan demikian individu dapat
menerima dan menyatukan kecenderungan pribadi, bakat, dan peran-peran yang
diberikan baik oleh orangtua, teman sebaya maupun masyarakat yang pada akhirnya
dapat memberikan arah tujuan dan arti dalam kehidupan mendatang. Remaja adalah
pribadi yang sedang berkembang menuju kematangan diri, kedewasan.Untuk itu,
remaja perlu membekali diri dengan pandangan yang benar tentang konsep diri.
Remaja perlu menjadi diri yang efektif agar dapat mempengaruhi orang lain untuk
memiliki konsep diri yang positif. Remaja perlu menjadi diri yang mampu
menciptakan interaksi sosial yang saling mempercayai, saling terbuka, saling
memperhatikan kebutuhan teman, dan saling mendukung. Konsep diri adalah gagasan
tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang
terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat
diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan
bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia yang kita harapkan
(Desmita, 2010:164). Setiap individu pada dasarnya dihadapkan pada suatu
krisis.Krisis itulah yang menjadi tugas bagi seseorang untuk dapat dilaluinya
dengan baik.Pada diri remaja yang sedang mengalami krisis berarti menunjukan
dirinya sedang berusaha mencari jati dirinya.
Agoes Dariyo (2004:80)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan krisis (crisis) ialah suatu masalah
yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang harus dilalui oleh setiap
individu, termasuk remaja. Keberhasilan menghadapi krisis akan meningkatkan dan
mengembangkan kepercayaan dirinya, berarti mampu mewujudkan jati dirinya
(self-identity) sehingga ia merasa siap untuk menghadapi tugas perkembangan
berikutnya dengan baik, dan sebaliknya, individu yang gagal dalam menghadapi
suatu krisis cenderung akan memiliki kebingungan identitas
(identitiy-diffussion). Orang yang memiliki kebingungan ini ditandai dengan
adanya perasaan tidak mampu, tidak berdaya, penurunan harga diri, tidak percaya
diri, akibatnya ia pesimis menghadapi masa depannya.
Krisis identitas terjadi
apabila remaja tidak mampu memilih diantara berbagai alternatif yang
bermakna.Remaja dikatakan telah menemukan identitas dirinya (self-identity)
ketika berhasil memecahkan tiga masalah utama, yaitu pilihan pekerjaan, adopsi
nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan identitas seksual yang
memuaskan.Dapat juga dikemukakanbahwa remaja dipandang telah memiliki identitas
diri yang matang (sehat, tidak mengalami kebingungan), apabila sudah memiliki
pemahaman dan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap diri sendiri,
peranannya dalam kehidupan sosial (di lingkungan keluarga, sekolah, teman
sebaya atau masyarakat), pekerjaan, dan nilai-nilai agama (Syamsu Yusuf L.N.
dkk, 2011:97).
Pesatnya perkembangan fisik dan
psikisseringkali menyebabkan remaja mengalami krisis peran dan
identitas.Sesungguhnya, remaja senantiasa berjuang agar dapat memainkan
peranannya agar sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa
anak-anak menjadi masa dewasa.Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang
semakin jelas dan dapat dimengerti dan serta diterima oleh lingkungannya, baik
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.Dalam konteks ini, penyesuaian
diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai subjek yang
kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun orang dewasa. (Mohammad
Ali dkk, 2010:179).
Selama masa remaja ini,
kesadaran akan identitas dan mendefinisikan kembali “siapakah” ia saat ini dan
akan menjadi “siapakah” atau menjadi “apakah” ia pada masa yang akan datang.
Perkembangan identitas selama masa remaja ini juga sangat penting karena ia
memberikan suatu landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal
pada masa dewasa (Desmita, 2008:11).
Syamsu Yusuf L.N. dkk.,
(2011:97) menyebutkan untuk memfasilitasi perkembangan identitas diri remaja
yang sehat dan mencegah terjadinya kebingungan identitas, maka pihak orang tua
di lingkungan keluarga, guru di lingkungan sekolah, dan orang dewasa lainnya di
lingkungan masyarakat hendaknya melakukan hal-hal berikut ini.
1)
Memberi contoh atau
teladan tentang sikap jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan peranannya
masing-masing
2)
Menciptakan iklim
kehidupan sosial yang harmonis, jauh dari gejolak atau konflik;
3)
Menciptakan
lingkungan hidup yang bersih, tertib, sehat dan indah;
4)
Memberikan
kesempatan kepada remaja untuk berpendapat, mengajukan gagasan, atau berdialog;
5)
Memfasilitasi remaja
untuk mewujudkan kreativitasnya, baik dalam bidang olahraga, seni,maupun bidang
keilmuan;
6)
Memberikan
informasi kepada remaja tentang orang-orang sukses, dan bagaimana mencapai
kesuksesannya tersebut;
7)
Menampilakan
perilaku yang sesuai dengan karakter atau nilai-nilai akhlak mulia;
8)
Memberi contoh
dalam bersikap dan berperilaku yang terkait dengan nilai-nilai budaya nilai
cinta tanah air, patriotisme dan nasionalisme.
2.
Perkembangan
Hubungan dengan Orang Tua
Keluarga mempunyai pengaruh
yang cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan
sosial pertama, yang meletakan dasar-dasar kepribadian remaja.Selain orang tua,
saudara kandung dan posisi anak dalam keluarga juga berpengaruh bagi
remaja.Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya bagi remaja.Dinamika dan
hubungan-hubungan antara anggota dalam keluarga juga memainkan peranan yang
cukup penting bagi remaja. Seperti halnya pola asuh, hubungan-hubungan tersebut
telah membentuk perilaku jauh sebelum usia remaja. Anak tertua yang dominan
terhadap adiknya pada masa kecil akan terbawa hingga usia remaja, anak
perempuan yang ketika usia 6 tahun menjadi “anak ayah” kemungkinan masih tetap
dekat dengan ayah pada usia 16 tahun. Walaupun hubungan-hubungan tersebut
berjalan secara alamiah dan sehat, orang tua tetap perlu untuk menjaga kesatuan
dan adanya batasan-batasan diantara orang tua dan anak-anak (Soetjiningsih,
2007:50).
Karena remaja hidup dalam suatu
kelompok individu yang disebut keluarga, salah satu aspek penting yang dapat
mempengaruhi perilaku remaja adalah interaksi antar anggota keluarga. Harmonis
atau tidaknya, intensif atau tidaknya interaksi antar anggota keluarga akan
mempengaruhi perkembangan sosial remaja yang ada didalam keluarga (Mohammad Ali
dkk., 2010: 95).
Ketika anak memasuki usia
remaja di mana sangat membutuhkan kebebasan dan mereka sering meninggalkan
rumah, orang tua harus dapat melakukan penyesuaian terhadap keadaan tersebut.
Remaja membutuhkan dukungan yang berbeda dari masa sebelumnyakarena pada saat
itu remaja sedang mencari kebebasan dalam mengeksplorasi diri sehingga dengan
sendirinya keterikatan dengan orang tua berkurang.
Pengertian dan dukungan orang
tua sangat bermanfaat bagi perkembangan remaja.
Komunikasi yang terbuka di mana
masing-masing anggota keluarga dapat berbicara tanpa adanya perselisihan akan
memberikan kekompakan dalam keluarga sehingga hal tersebut juga akan sangat
membantu anak remajanya dalam proses pencarian identitas diri.
Perubahan hormon pubertas
mempengaruhi emosi peserta didik yang berusia remaja ini.Hal ini sering kali
sangat nyata dalam perilaku mereka seiring dengan munculnya fluktuasi emosional
dan seksual muncul pada kebutuhan peserta didik berusia remaja untuk
mempertanyakan otoritas dan nilai-nilai sosial, serta batas keyakinan dalam
hubungan yang ada.Hal ini sangat mudah terlihat didalam sistem keluarga, dimana
kebutuhan remaja untuk kemerdekaan diri dari orang tua dan saudara kandung
dapat menyebabkan banyak konflik dan ketegangan di rumah(Sudarwan Danim,
2010:85).
3.
Perkembangan
Hubungan dengan Teman Sebaya
Masa remaja bisa disebut
sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak
jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha
mencari kompensasi dengan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha
mencari pergaulan. Penghayatan kesadaran akan kesunyian yang mendalam dari
remaja merupakan dorongan pergaulan untuk menemukan pernyataan diri akan
kemampuan kemandiriannya (Mohammad Ali dkk., 2010:91).
Dalam perkembangan sosial remaja maka remaja mulai
memisahkan diri dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman
sebaya. Pada umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group).
Kelompok sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam kehidupan
sosial remaja.Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk belajar
kecakapan-kecakapan sosial, karena melalui kelompok remaja dapat mengambil
berbagai peran.
Di dalam kelompok sebaya, remaja menjadi sangat
bergantung kepada teman sebagai sumber kesenangannya dan keterikatannya dengan
teman sebaya begitu kuat. Kecenderungan keterikatan (kohesi) dalam kelompok
tersebut akan bertambah dengan meningkatnya frekuensi interaksi diantara
anggota-anggotanya. (Soetjiningsih, 2007:51). Pada awal usia remaja,
keterlibatan remaja dalam kelompok sebaya ditandai dengan persahabatan dengan
teman, utamanya teman sejenis, hubungan mereka begitu akrab karena melibatkan
emosi yang cukup kuat. Hubungan dengan lawan jenis biasanya terjadi dalam
kelompok yang lebih besar. Pada usia pertengahan keterlibatan remaja dalam
kelompok makin besar, ditandai dengan terjadinya perilaku konformitas terhadap
kelompok. Remaja mulai bergabung dengan kelompok-kelompok minat tertentu
seperti olah raga, musik, gang-gang dan kelompok lainnya.
Pada usia ini, remaja juga sudah mulai menjalin
hubungan-hubungan khusus dengan lawan jenisnya yang dapat diwujudkan dengan
kencan dan pacaran. Pada akhir usia remaja, ikatan dengan kelompok sebaya
menjadi berkurang, dan nilai-nilai dalam kelompok menjadi kurang begitu penting
karena pada umumnya remaja lebih merasa senang dengan nilai-nilai dan identitas
dirinya(Soetjiningsih, 2007:51).
4.
Perkembangan Moral
dan Religi
Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting
dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa
mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa sehingga ia tidak
melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau
pandangan masyarakat. Disisi lain, tidak adanya moral dan religi ini sering
kali dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja(Sarlito W
Sarwono, 2012:109).
Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja,
terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan
personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu
terjadi dalam masa transisi.Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan
tersendiri karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk
dalam rangka mencari jalannya sendiri.Pedoman atau petunjuk ini dibutuhkan juga
untuk menumbuhkan identitas dirinya, menuju kepribadian matang dengan unifying
philosophy of life dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang
selalu terjadi dalam masa transisi ini.Dengan kurang aktifnya orang tua dalam
membimbing remaja (bahkan pada beberapa remaja sudah terjadi hubungan yang
tidak harmonis dengan orang tua), maka pedoman berupa mores ini semakin
diperlukan oleh remaja (Sarlito W Sarwono, 2012:111).
Agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral.
Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama
memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu
membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa
memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini.
Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah
mencari eksistensi dirinya(Desmita, 2008:208).
Sejalan dengan meningkatnya kemampuan abstraksi dan
daya kritisnya, remaja seringkali meninjau agama dari segi rasio dan
kadang-kadang tanpa melalui penghayatan.Hal ini berbeda dengan masa kanak-kanak
yang menerima ajaran agama secara konkrit (Soetjiningsih, 2007:55), sedangkan
menurut Mohammad Ali dkk. (2011:145), karakteristik
yang menonjol dalam
perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan
kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir operasional formal, yaitu mulai
mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat
hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya
terkait pada waktu, tempat dan situasi tetapi juga pada sumber moral yang
menjadi dasar hidup mereka.Namun, dengan bertambahnya kemampuan remaja untuk
memahami arti kehidupan disekelilingnya secara potensial, maka remaja akan
lebih memahami secara mendasar arti agama serta mensikapi sikap-sikap sosial
dalam lingkungannya. Pada akhirnya mereka akan belajar memahami dan mencapai
pengertian bahwasanya berbicara dan mengkritik secara tajam ternyata jauh lebih
mudah daripada pelaksanaannya, ini karena kemampuan berpikir abstrak dan
metakognisinya akan terus berkembang.
Soetjiningsih (2007: 54) menjelaskan bahwa pada
dasarnya setiap proses perkembangan sendiri termasuk perkembangan kognitif pada
remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Pematangan (maturatiom), yaitu tumbuhnya
struktur-struktur fisik secara berangsurangsur memiliki akibat pada
perkembangan kognitif pula. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah pertumbuhan
pusat susunan otak.
2) Pengalaman psikologis dan kontak dengan lingkungan
(exercise through physicalpractice and mental experience). Kontak dengan
lingkungan akan mengakibatkan duamacam ciri pengalaman mental. Pertama adalah
pengalaman fisik, yaitu aktifitas yang dapat mengabstraksi sifat fisik
objek-objek tertentu. Pengalaman fisik ini memberikan pengertian mengenai sifat
yang langsung berhubungan dengan objeknya sendiri. Kedua adalah pengalaman
logika matematik, yaitu pengertian yang datang dari koordinasi internal perilaku
individu tersebut.
3) Transmisi sosial dan pembelajaran (social interaction and
teaching), yaitu berbagai macam stimulasi sosial seperti media massa, lembaga
sekolah, klub sosial dan sebagainya, ternyata memberi pengaruh yang positif
dalam perkembangan kognisi karena seseorang mendapatkan banyak informasi, dan
kemudian melakukan suatu pembelajaran.
4) Ekuilibrasi (equilibration) yaitu proses ekuilibrasi
mengintegrasi efek ketiga faktor diatas yang masing-masing kurang cukup
memberikan keterangan mengenai proses perkembangan. Proses ini merupakan proses
internal untuk mengatur keseimbangan diri dalam individu.
Dalam Kamus Psikologi dijelaskan
bahwa puberty (pubertas) adalah periode dalam kehidupan di mana terjadi
kematangan organ-organ seks mencapai tahap menjadi fungsional. Terdapat variasi
yang jelas sekali diantara individu-individu yang berbeda; akan tetapi pada
umumnya usia bagi akhir periode ini diberikan sebagai berikut: untuk anak gadis
ialah usia tiga belas tahun dan pada anak laki empat belas tahun.
Pubertas (puberty) ialah suatu
periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat terutama
pada awal masa remaja.Kematangan seksual merupakan suatu rangkaian dari
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja, yang ditandai dengan perubahan
pada ciri-ciri seks primer (primary sex characteristics) dan ciri-ciri seks
sekunder (secondary sex characteristics). Meskipun perkembangan ini biasanya
mengikuti suatu urutan tertentu, urutan dari kematangan seksual tidak sama pada
setiap anak dan terdapat perbedaan individual dalam umur dari
perubahan-perubahan tersebut (Desmita, 2010:192).
Masa puber atau remaja inilah
yang berlangsung paling lama diantara fase yang lain dan merupakan inti seluruh
masa pemuda. Karena itu, masa pemuda sering juga disebut masa remaja. Anak
perempuan disebut gadis remaja dan anak laki-laki disebut bujang remaja atau
remaja saja.
3.4.Faktor Yang
Mempengaruhi Perkembangan Psikologi Anak
Menurut Marmi dan Magiyati
(2017) faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologi adalah sebagai berikut.
1.
Keluarga
Keluarga merupakan libkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak termasuk perkembangan
sosialnya.Kondisi dan tata acara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan
kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga pola pergaulan, etika
berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Kematang
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses social,
memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan
emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status sosial ekonomi
Kehidupan social banyak dipengaruhi oleh kondisi social
ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan
kondisi normative yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah,
hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normative, anak
memberikan warna kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5. Kesehatan mental
Yaitu emosi dan intelegensi.Kemampuan berifikir dapat
banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, emmecahkan masalah,
dan berbahasa.Perkembangan emosi berpengaruhi sekali terhadap perkembangan
social anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa
yang baik. Oleh karena itu, jika perkembangan ketiganya seimbang makan akan
snagat menentukan keberhasilan perkembangan anak.
3.5.Kebutuhan
Bimbingan Psikologi
Pada masa perkembangan anak-anak akan timbul kebutuhan-kebutuhan
atau keinginan untuk menjadi sesuatu (Gunarsa, 2008). Kebutuhan-kebutuhan
tersebut harus diperhatikan oleh orang tua agar anak mereka memiliki potensi
dan dapat berkembang sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki (Purnomo,
1990). Rotter (dalam Feist & Feist,2010) mendefinisikan kebutuhan sebagai
perilaku atau seperangkat perilaku yang dapat menggerakkan individu ke arah
suatu tujuan. Kebutuhan bukan sesuatu kondisi kekurangan atau rangsangan, akan
tetapi kebutuhan merupakan indikator dari tujuan perilaku.
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan “as desire to
become more and more what one is, to become everything that one is capable of
becoming” (Gunarsa, 2008). Menurut Maslow (dalam Gunarsa, 2008), kebutuhan
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Kelompok yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan
primer atau kebutuhan fisiologis, seperti makan, minum, oksigen dan lain-lain,
2. Kelompok yang terdiri dari kebutuhan sekunder atau
kebutuhan psikologis, seperti cinta, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan
rasa terlindungi dan aman, serta kebutuhan untuk mengetahui sesuatu.
Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan
bahwa kebutuhan merupakan suatu konstruk yang mewakili suatu daya pada bagian
otak, kekuatan yang mengatur persepsi, apersepsi, pemahaman, konasi dan
kegiatan sedemikian rupa untuk mengubah situasi yang ada dan yang tidak
memuaskan ke arah tertentu. Setiap kebutuhan secara khas dibarengi oleh
perasaan atau emosi tertentu dan seringkali dibarengi oleh tindakantindakan
instrumental tertentu yang efektif untuk menghasilkan keadaan akhir yang
diinginkan (Hall & Lindzey, 1993). Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993)
menjelaskan bahwa terdapat dua tipe kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan primer / kebutuhan viskerogenik
Kebutuhan primer atau kebutuhan viskerogenik berhubungan
dengan peristiwa peristiwa organis tertentu yang khas, dan secara khusus
berkenaan dengan kepuasan-kepuasan fisik. Contohnya adalah kebutuhan akan
udara, air, makanan, seks, laktasi, buang air besar dan buang air kecil.
2. Kebutuhan sekunder / kebutuhan psikogenik
Kebutuhan sekunder atau kebutuhan psikogenik berasal dari
kebutuhan primer dan ditandai oleh tidak adanya hubungan dengan proses-proses
organis atau kepuasan fisik khusus.
Adapun
bagian-bagian kebutuhan psikogenik menurut Murray (dalam Hall & Lindzey,
1993) adalah :
1. Need of Abasement (Sikap merendah)
Tunduk secara pasif terhadap kekuatan luar; menerima
perlakuan yang tidak adil, kritik dan hukuman; menyerah, menyalahkan,
meremehkan, merendahkan diri sendiri, merusak diri sendiri; mencari dan
menikmati penderitaan, hukuman, penyakit dan kemalangan.
2. Need of Achievement (Prestasi)
Menyelesaikan sesuatu yang sulit; mengunggulkan diri;
menyaingi dan
mengungguli orang lain; meningkatkan harga diri dengan
menyalurkan bakat secara berhasil.
3. Need of Affiliation (Afiliasi)
Membuat senang dan mencari afeksi dari objek yang
disukai; patuh dan tetap setia pada seorang kawan, menjalin persahabatan.
4. Need of Aggression (Agresi)
Menghadapi perlawanan dengan kekerasan; melawan; membalas
perbuatan yang tidak adil; menyerang, melukai; melawan dengan kekerasan atau
menghukum orang lain.
5. Need of Autonomy (Otonomi)
Bebas; menolak untuk dipaksa atau dilarang; menghindari
atau meninggalkan kegiatan-kegiatan yang ditentukan oleh autoritas-autoritas
yang menguasai; tidak terikat, tidak bertanggung jawab.
6. Need of Counteraction (Memperbaiki situasi)
Menguasai atau memperbaiki kegagalan dengan berjuang
lagi; menghilangkan pelecehan dengan memulai tindakan; menekan perasaan takut;
mempertahankan harga diri dan kebanggaan pada taraf yang tinggi.
7. Need of Defendance (Membela diri)
Mempertahankan diri terhadap serangan, kritik dan celaan;
menyembunyikan atau membenarkan perbuatan tercela, kegagalan atau penghinaan mempertahankan
diri.
8. Need of Deference (Sikap hormat)
Memuji, menghormati, atau menyanjung; dengan senang hati
tunduk pada pengaruh orang lain yang dikenal; menyesuaikan diri dengan
kebiasaan.
9. Need of Dominance (Dominasi)
Mempengaruhi atau mengarahkan tingkah laku orang lain
dengan saran,
bujukan, imbauan, atau perintah; mencegah, menghambat
atau melarang.
10. Need of Exhibition (sikap menonjolkan diri)
Menciptakan kesan; senang dilihat dan didengar; membuat
orang lain kagum, terpesona, terhibur, terkejut, ingin tahu, senang atau
terpikat.
11. Need of Harm avoidance (Menghindari bahaya)
Menghindari rasa sakit, luka fisik, penyakit dan
kematian; melarikan diri dari situasi berbahaya; mengambil tindakan pencegahan,
kebutuhan akan rasa aman.
12. Need of In avoidance (Menghindari rasa hina)
Menghindari penghinaan; meninggalkan situasi yang
memalukan atau
menghindari kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan :
caci maki, ejekan, atau sikap masa bodoh orang lain; menahan diri untuk
bertindak karena takut gagal.
13. Need of Nurturance (Sikap memelihara)
Memberi simpati dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan objek
yang tidak berdaya : bayi, objek yang lemah atau cacat, ragu-ragu, kalah,
dihina, kesepian, patah hati, sakit, bingung; membantu objek yang dalam bahaya;
memberi makanan, membantu, menghibur, melindungi.
14. Need of Order (Ketertiban)
Mengatur barang-barang; menjaga kebersihan, susunan,
keseimbangan,
keteraturan, ketelitian.
15. Need of Play (Permainan)
Berbuat untuk “kesenangan” tanpa tujuan lebih lanjut;
suka tertawa dan
membuat lelucon; mengambil bagian dalam permainan,
olahraga, joget, pesta, bermain kartu.
16. Need of Rejection (Penolakan)
Memisahkan diri dari objek yang tidak disenangi;
mengucilkan, melepaskan, mengusir atau bersikap masa bodoh terhadap objek yang
lebih rendah; menghina atau memutuskan hubungan cinta dengan objek.
17. Need of Sentience (Keharuan)
Mencari dan menikmati kesan-kesan yang menyentuh
perasaan, kesan yang menyenangkan.
18. Need of Sex (Seks)
Menjalin dan meningkatkan hubungan erotik. Mengadakan
hubunga seksual.
19. Need of Succorance (Pertolongan dalam kesusahan)
Memuaskan kebutuhan-kebutuhan dengan bantuan simpatik dari
objek yang dikenal; dirawat, didukung, dikelilingi, dilindungi, dicintai,
dinasihati, dibimbing, dimanjakan, diampuni, dihibur; menempel pada seorang
pelindung setia; selalu memiliki seorang pendukung.
20. Need of Understanding (Pemahaman)
Menanyakan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan umum;
tertarik pada teori memikirkan, merumuskan, menganalisis, dan
menggeneralisasikan.
3.6. Dinamika
Kebutuhan Psikologis
Murray (dalam Hall &
Lindzey, 1993) menyatakan bahwa adanya kebutuhan dapat disimpulkan dari :
1. Akibat atau hasil akhir dari tingkah laku,
2. Pola atau cara khusus tingkah laku yang bersangkutan,
3. Perhatian dan respon selektif terhadap kelompok objek
stimulus tertentu,
4. Ungkapan emosi atau perasaan-perasaan tertentu, dan
5. Ungkapan kepuasan apabila akibat tertentu dicapai atau
kekecewaan apabila akibat tersebut tidak tercapai.
Pemuasan kebutuhan-kebutuhan ini
sangatlah penting selama tahun-tahun awal kehidupan, khususnya selama dua tahun
pertama (Goble, 1987). Kondisi lingkungan sekitar dan keadaan sosial dalam
masyarakat berkaitan erat dengan motivasi seseorang dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Maslow (dalam Goble, 1987) menjelaskan
bahwa kondisi-kondisi yang merupakan prasyarat bagi pemuasan kebutuhan dasar
meliputi antara lain: kemerdekaan untuk berbicara, kemerdekaan untuk melakukan apa
saja yang diinginkan sepanjang tidak merugikan orang lain, kemerdekaan untuk
menyelidiki, kemerdekaan untuk mempertahankan atau membela diri, keadilan,
kejujuran, kewajaran, dan ketertiban. Kondisi-kondisi tersebut akan
dipertahankan, sebab tanpa kondisi-kondisi tersebut aneka kepuasan dasar
mustahil didapat atau setidaknya menjadi sangat terancam. Fromm (dalam Feist
& Feist, 2010) percaya bahwa kurang terpuaskannya kebutuhan-kebutuhan pada
manusia, akan membuat manusia tidak tahan dan akhirnya kehilangan kewarasan.
Oleh kerana itu, manusia tergerak dengan sangat kuat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya dengan satu cara atau lainnya, baik secara positif atau negatif.