Selasa, 20 Maret 2018

MAKALAH MASALAH PADA ANAK GADIS REMAJA


MAKALAH MASALAH PADA ANAK GADIS REMAJA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PISIKOLOGI



Oleh :
Kebidanan A.14.2
Putu Dewi Maharani Wiantara                       17150053
Irnawati                                                           17150061
Fenik.Lawalata                                               17150052
Wijianti                                                           17150064
Maret sisca                                                      17150070
Maria .Y.T. Ndiken                                         17150040


PROGRAM STUDI D-3 KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN
20017/2018



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 20 februari


Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………......…i
Daftar Isi………………………………………………………………………......ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang………………………………………………….……….........4
1.2  Tujuan penulisan………………………………………………...………........6
1.3  Manfaat penulisan….....………………………………………………............6
BAB II TEORI
2.1 Arti seorang remaja............................................................................................7
2.2 Perkembangan seorang remaja...........................................................................7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Masalah yang dialami remaja...........................................................................12
3.2 penyesuaian diri terhadap fisik.........................................................................15
BAB III PENUTUP
4.1  Kesimpulan………………………………………………………..…...........17
4.2 Daftar Pustaka…………………………………………………………..........18


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Masa puber adalah priode yang unik dan khusus yang ditandai oleh perubahanperubahan perkembangan tertentu yang terjadi dalam tahap-tahap lain dalam rentang kehidupan. Meskipun sering tidak mempunyai tempat yang jelas dalam rangkaian proses perkembangan manusia, masa pubertas mempunyai arti khusus dalam kehidupan seseorang. Betapa tidak, pada masa pubertas inilah terjadi perubahan-perubahan besar dan dramatis dalam perkembangan seorang anak, baik dalam pertumbuhan/ perkembangan fisik, kognitif, maupun dalam perkembangan psikososial anak. Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologis.Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa.Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai dengan umur 18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri, maupun bagi keluarga atau lingkungannya.Remaja berada pada masa yang “mencemaskan” dan sekaligus mengandung harapan dimata orangtua. Kebutuhan psikologis remaja sedikit unik jika dibandingkan dengan tahap kehidupan yang lain. Kebutuhan psikologis yang khas pada seorang remaja, antara lain adalah perilaku sosialnya untuk mengenal diri sendiri, kebutuhan untuk dianggap sebagai individu yang unik, kebutuhan akan integritas diri, yaitu untuk diterima dilingkungannya tanpa sikap curiga dan bertanya-tanya dari orang lain, dan kebutuhan untuk mandiri.

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.

1.2  Tujuan penulisan
Mengetauhi perkembangan masa pubertas pada remaja serta masalah yang di alami oleh remaja gadis dalam masa pubertas.
1.3  Manfaat penulisan
Untuk mengetauhi perkembangan masa pubertas pada remaja serta masalah yang di alami oleh remaja gadis dalam masa pubertas.




BAB II
TEORI

2.1  ARTI SEORANG REMAJA
Remaja mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik. Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2001).
Masa remaja merupakan masa penuh goncangan dan tantangan, suatu periode dimana perubahan fisik, intelektual, dan emosi yang terjadi menimbulkan kekecewaan dan tekanan dalam diri individu dan konflik antara individu dengan masyarakat. Kurang stabil dan kurang terprediksinya peran-peran yang diharapkan seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat, akan menjadikan proses peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa menjadi lebih sulit.


2.2  PERKEMBANGAN PADA MASA REMAJA
Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.
2.2.1        Perkembangan fisik remaja
Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organreproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut Mussen dkk., (1979) sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun (Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Menurut Bourgeois dan Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia (Myles dkk, 1993). Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Menurut PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi sehat untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada bermacam-macam . Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini wanita belum cukup matang dan dewasa. Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu muda usia biasanya kurang baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi.

2.2.2        Perkembangan Psikis Remaja
Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.

2.2.3        Perkembangan  Sosial remaja
Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka  dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.

Batasan  remaja menurut usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Ada juga yang membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.      Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
2.      Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
3.      Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun.

Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.      Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
2.      Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
3.      Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.      Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.      Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6.      Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.      Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.      Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara
9.      Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, antara lain:
1.      Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan perilaku anak.

2.      Mencapai peran sosial pria dan wanita. Perkembangan masa remaja yang penting akan meggambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri.
3.      Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. Seringkali remaja sulit menerima kondisi fisiknya apabila sejak kanak-kanak mereka sudah memiliki konsep fisik yang diagungkan.
4.      Perkembangan Karir, diantaranya mengembangkan kesadaran karir dan memperoleh informasi karir. (ASCA,2004) Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja, yaitu identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi, dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. (Santrock,2003).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1  MASALAH YANG DI ALAMI REMAJA

Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
1.   Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2.   Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.

Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.


Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
e.   Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
f.    Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
g.   Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
h.   Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).

Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
k.   Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
l.    Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
m.  Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek
n.   Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak
o.   Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak
p.   Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak
q.   Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
r.    Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
s.    Kurang stimuli kongnitif atau sosial
t.    Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.

Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).

Kutub Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
g.   Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
h.   Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
i.    Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
j.    Kesejahteraan guru yang tidak memadai
k.   Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
l.    Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.

Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain:
c.   Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
11) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
12) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
13) Pengangguran
14) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
15) Wanita tuna susila (wts)
16) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
17) Perumahan kumuh dan padat
18) Pencemaran lingkungan
19) Tindak kekerasan dan kriminalitas
20) Kesenjangan sosial

d.   Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
10) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
11) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
12) Kebut-kebutan
13) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
14) Perkosaan
15) Pembunuhan
16) Tindak kekerasan lainnya
17) Pengrusakan
18) Coret-coret dan lain sebagainya

Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja.




1. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik seperti berikut:
a. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik tentang ukuran tubuh Remaja mengalami masalah dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan ukuran tubuh. Remaja akan mengalami perubahan tinggi badan dan berat badan yang pesat selama masa puber. Hal ini sesuai dengan pendapat Mudjiran (2007:40) bahwa peningkatan tinggi badan remaja yang terbesar terjadi setahun sesudah dimulainya masa puber. Perubahan ukuran tubuh yang pesat membuat remaja merasa canggung dalam bergerak karena baju dan celana yang sebelumnya longgar kemudian menjadi sempit. Remaja kurang memanfaatkan tinggi badan yang dimilikinya untuk mengikuti kegiatan pengembangan diri bidang olahraga di sekolah, misalnya olahraga basket dan volly. Hal ini bisa disebabkan karena remaja disibukkan oleh kegiatan pembelajaran dan kegiatan khusus untuk pengembangan diri tidak ada dilaksanakan di sekolah.
b. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik tentang perubahan proporsi tubuh Remaja yang telah memasuki masa pubertas mengalami perubahan yang pesat pada bagian-bagian tubuh tertentu, seperti bahu, lengan, pinggang dan tungkai. Perubahan pesat pada bagian tubuh sehingga remaja terlihat gemuk merupakan kondisi yang alami dan wajar terjadi

pada masa pubertas. Sesuai dengan pendapat Elizabeth B Hurlock (1980:188) bahwa kegemukan selama masa puber bagi anak laki-laki dan perempuan tidaklah aneh. Pada permulaan terjadinya pertumbuhan pesat remaja cenderung menumpuk lemak di perut, disekitar puting susu, pinggul, paha, pipi, leher dan rahang. Perubahan pada bagian-bagian tubuh akan mengganggu keseimbangan tubuh remaja. Bahu yang lebar, lengan yang panjang, tungkai kaki yang berubah menjadi panjang, pinggang yang lebar dan gemuk membuat remaja tidak percaya diri. Bagian tubuh yang berubah menjadi lebar dan panjang akan memudahkan remaja untuk mengikuti berbagai kegiatan di sekolah, misalnya olahraga dan kesenian dan dapat membantu pekerjaan orangtua di rumah.
c. Penyesuaian diri terhadap perubahaan fisik tentang ciri-ciri seks primer Remaja yang memasuki masa pubertas ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer, yaitu organ seks. Pada periode remaja organ seks mulai menjalankan fungsinya. Sesuai dengan pendapat Sunarto dan Hartono Agung (1999:82) bahwa memasuki masa remaja alat kelamin mulai berfungsi, yaitu saat pertama kali anak laki-laki mengalami mimpi basah dan pada anak perempuan yaitu saat pertama kali mengalami menstruasi atau haid. Alat kelamin yang mulai berfungsi akan disertai dengan kematangan organ seksual selama masa pubertas. Remaja kurang menerima perubahan yang terjadi pada organ seksualnya. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya informasi dari guru maupun orangtua mengenai perubahan yang terjadi pada masa pubertas, rasa sakit yang dialami oleh remaja perempuan pada waktu menstruasi, kecemasan yang dialami oleh remaja laki-laki pada waktu mimpi basah, cemas karena organ seks yang membesar dan takut serta malu karena telah melakukan masturbasi. Salah satu keprihatinan anak laki-laki dan perempuan adalah takut kalau organ-organ seksnya yang membesar akan terlihat melalui pakaian atau keluarnya haid dan basah malam akan meninggalkan bekas pada pakaian (Elizabeth B Hurlock, 1980:195). Remaja yang mampu menerima perubahan organ seksualnya akan termotivasi untuk menjaga dan memelihara kebersihan organ sekssualnya, berolahraga dengan teratur, menyibukkan diri dengan kegiatan yang bernilai positif, misalnya belajar baik sendiri maupun kelompok, mengikuti kegiatan kesenian dan mengembangkan bakat khusus. Menurut Elida Prayitno (2006:26) bahwa fungsi olahraga bagi remaja adalah untuk merangsang pertumbuhan dan melatih keterampilan otot, tulang dan meningkatkan kerja organ tubuh bagian dalam. Remaja yang aktif dapat meningkatkan kesehatan organ seksual.

d. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik tentang ciri-ciri seks sekunder Salah satu sumber keprihatinan remaja pada masa pubertas adalah mengenai perkembangan ciri-ciri seks sekunder, misalnya kulit, rambut dan suara. Remaja sulit menerima perubahan yang terjadi pada dirinya karena penampilan yang diinginkan tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi pada dirinya. Pada masa remaja kulit menjadi kasar, warna kulit menjadi gelap, kulit pucat dan pori-pori bertambah besar, kelenjer lemak atau yang mempproduksi minyak dalam kulit semakin membesar dan menjadi lebih aktif sehingga menimbulkan jerawat.
Menurut Havighurst (dalam Elida Prayitno, 2006:44) salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai pada periode remaja adalah menerima keadaan fisik dan mempergunakannnya secara efektif. Remaja yang mampu menerima perubahan tubuhnya akan percaya diri dengan penampilannya. Penampilan adalah aspek yang penting dan diutamakan oleh remaja. Untuk menjaga penampilan diperlukan perawatan yang khusus, seperti merawat kulit dan rambut agar bersih dan mencegah jerawat. Penyesuaian diri yang dapat dilakukan remaja terhadap perubahan ciri-ciri seks sekunder adalah membiasakan pola hidup sehat dan memanfaatkan perubahan suara dengan mengikuti kegiatan paduan suara dan kesenian lainnya di sekolah. Sesuai dengan pendapat Mudjiran (2007:47) bahwa pengembangan program kelompok remaja kearah kegiatan yang bernilai positif oleh para tokoh
masyarakat dan sekolah merupakan upaya membantu para remaja dalam perubahan fisiknya.
Jadi, remaja yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dengan baik ditandai dengan adanya penerimaan yang positif terhadap dirinya dan dapat melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk dirinya.
2. Penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan terungkap bahwa remaja kurang baik dalam melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis. Pembahasan hasil penelitian mengenai penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis adalah sebagai berikut:
a. Penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis tentang emosi Pada masa pubertas, remaja mengalami gejolak emosi yang cenderung tinggi. Sesuai dengan pendapat Elida prayitno (2006:69) bahwa periode remaja cenderung memperlihatkan tempramental atau beremosi tinggi, dalam arti emosi negatif mereka lebih mudah muncul. Emosi negatif tersebut misalnya sedih, cemas, marah, cemburu dan kecewa. Emosi lain yang dialami remaja adalah cinta, sayang dan bahagia. Pada tahap puber, remaja senang berkelompok dengan teman sebaya dan mulai tertarik dengan lawan jenis. Menurut Huvighurst (dalam Elida Prayitno, 2006:43) bahwa menguasai kemampuan dalam membina hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya yang sama atau berbeda jenis kelamin adalah salah satu tugas perkembangan yang seharusnya dicapai pada periode remaja. Remaja yang dikucilkan oleh teman sebaya bisa disebabkan karena remaja mengembangkan emosi negatif dalam berhubungan sehingga remaja kurang mampu menguasai tugas perkembangannya.
b. Penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis tentang perilaku Penyesuaian diri juga dilakukan remaja terhadap perubahan perilaku. Hasil penelitian ini mengunggkapkan bahwa remaja lebih suka menyendiri. Sesuai dengan pendapat Elizabeth B Hurlock (1980:192) bahwa salah satu akibat perubahan masa puber pada sikap dan perilaku adalah ingin menyendiri. Remaja menarik diri dari teman, berbagai kegiatan keluarga, sering bertengkar dengan teman dan dengan anggota keluarga. Remaja membantah perkataan orang lain yang tidak disenanginya. Perilaku yang ditampilkan remaja bisa disebabkan karena perlakuan yang didapatkan remaja dari orangtua dan remaja yang kurang menguasai tugas perkembangannya.
Dalam kehidupan remaja, orangtua perlu mengembangkan rasa saling menyayangi, mencintai, melindungi dan memberikan perhatian penuh agar remaja merasa nyaman, aman dan dapat mengembangkan perilaku yang baik kepada orang lain. Menurut Elida Prayitno (2006:90) bahwa hubungan dengan orangtua merupakan hubungan paling dekat dibandingkan dengan siapapun dalam kehidupan remaja. Orangtua dan guru dapat dijadikan sahabat oleh remaja untuk berbagi dan terbuka menyampaikan perasaannya. Jadi, penyesuaian diri remaja terhadap perubahan psikologis dapat terlaksana dengan sangat baik memerlukan hubungan yang harmonis dengan orang lain.



BAB IV
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1.   Remaja ingin menunjukkan kemampuan mereka kepada orang lain
2.   Remaja ingin diakui bahwa mereka sudah dewasa
3.   Kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa faktor :
a.   Pergaulan yang salah
b.   Kurang mendapat perhatian
c.   Terpengaruh oleh media elektronik
d.   Banyak masalah yang dihadapi
e.   Tidak dapat mengontrol diri sendiri
4.   Masa remaja adalah masa peralihan (transisi) untuk penemuan jati diri
5.   Dalam pergaulan remaja dituntut untuk berhati-hati dalam pergaulan, agar terhindar dari hal-hal yang dapat merusak diri sendiri
Daftar Pustaka

Azwar, S. 1998. Metodologi Penelitian(Edisi I). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Balson, M. 1991.
Becoming Better Parents.3rd edition. Victoria: The Australian Council for Educational Research, Ltd. Durlak, J.A. 1992. School Problems ofChildren. Dalam Walker, C.E. & Roberts, M.C. (editors).
Handbook of Clinical Child Psychology (2nd edition). New York: John Wiley & Sons. Fremont, W. P. 2003. School Refusal in Children and Adolescents. Diambil dari www. Aafp.org/afp pada 20 Maret 2006. Gelfand, D. M. & Drew, C, J, 2003.
Understanding Child Behavior Disorders. 4th edition. Australia: Thomson Wadsworth. Hogan, M. 2003.
School Phobia. Diambil dari www.school phobia.htm, pada 10 November 2006. Kearney, C.A. 2001.
School RefusalBehaviour in Youth. A functional approach to assessment and treatment. Washington DC: American Psychological Association. Kearney, C.A.
2006. Casebook in Child Behavior Disorders. 3rd edition. Australia: Thomson Wadsworth. Poerwandari, E.K., 1997. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Seetzer, N, Salzhauer, A. 2006.
Understanding School Refusal. Diambil dari www.aboutkids.org. pada 10 November 2006. Unit Konsultasi Psikologi Fakultas psikologi Universitas Gadjah Mada. Tanpa tahun.
Buku Klien. Wenar, C. 1994. Developmental Psychopathology. From Infancy through Adolescents. New York: McGraw Hill, Inc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

puisi pancasila tetap abadi

[PUISI] Pancasila Tetap Abadi Sudah cukup banyak nyawa yang kita korbankan Sudah cukup banyak tangis yang kita dengarkan Sudah ...