MAKALAH MASALAH PADA ANAK GADIS REMAJA
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PISIKOLOGI
Oleh :
Kebidanan A.14.2
Putu Dewi Maharani Wiantara 17150053
Irnawati 17150061
Fenik.Lawalata 17150052
Wijianti 17150064
Maret sisca 17150070
Maria .Y.T. Ndiken 17150040
PROGRAM STUDI D-3 KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN
20017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami
juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, 20 februari
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………......…i
Daftar Isi………………………………………………………………………......ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………….……….........4
1.2 Tujuan
penulisan………………………………………………...………........6
1.3 Manfaat
penulisan….....………………………………………………............6
BAB II TEORI
2.1 Arti seorang remaja............................................................................................7
2.2 Perkembangan seorang remaja...........................................................................7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Masalah yang dialami remaja...........................................................................12
3.2 penyesuaian diri terhadap fisik.........................................................................15
BAB III PENUTUP
4.1
Kesimpulan………………………………………………………..…...........17
4.2 Daftar Pustaka…………………………………………………………..........18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Masa puber adalah priode yang unik dan khusus yang
ditandai oleh perubahanperubahan perkembangan tertentu yang terjadi dalam
tahap-tahap lain dalam rentang kehidupan. Meskipun sering tidak mempunyai
tempat yang jelas dalam rangkaian proses perkembangan manusia, masa pubertas
mempunyai arti khusus dalam kehidupan seseorang. Betapa tidak, pada masa
pubertas inilah terjadi perubahan-perubahan besar dan dramatis dalam
perkembangan seorang anak, baik dalam pertumbuhan/ perkembangan fisik,
kognitif, maupun dalam perkembangan psikososial anak. Perubahan-perubahan fisik
merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap
perubahan-perubahan psikologis.Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa
anak-anak ke masa dewasa.Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai
kematangan fisik, mental, sosial dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung
sekitar umur 13 tahun sampai dengan umur 18 tahun, yaitu masa anak duduk di
bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik
bagi remaja sendiri, maupun bagi keluarga atau lingkungannya.Remaja berada pada
masa yang “mencemaskan” dan sekaligus mengandung harapan dimata orangtua.
Kebutuhan psikologis remaja sedikit unik jika dibandingkan dengan tahap
kehidupan yang lain. Kebutuhan psikologis yang khas pada seorang remaja, antara
lain adalah perilaku sosialnya untuk mengenal diri sendiri, kebutuhan untuk
dianggap sebagai individu yang unik, kebutuhan akan integritas diri, yaitu
untuk diterima dilingkungannya tanpa sikap curiga dan bertanya-tanya dari orang
lain, dan kebutuhan untuk mandiri.
Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan
stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat
dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan,
gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang
dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun
akibat perubahan lingkungan.
Sejalan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga
dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak.
Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa
remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila
tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai
kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu
memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi
tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
1.2
Tujuan penulisan
Mengetauhi
perkembangan masa pubertas pada remaja serta masalah yang di alami oleh remaja
gadis dalam masa pubertas.
1.3
Manfaat penulisan
Untuk
mengetauhi perkembangan masa pubertas pada remaja serta masalah yang di alami
oleh remaja gadis dalam masa pubertas.
BAB II
TEORI
2.1
ARTI SEORANG REMAJA
Remaja mempunyai arti yang luas
mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik. Remaja diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2001).
Masa remaja merupakan masa
penuh goncangan dan tantangan, suatu periode dimana perubahan fisik,
intelektual, dan emosi yang terjadi menimbulkan kekecewaan dan tekanan dalam
diri individu dan konflik antara individu dengan masyarakat. Kurang stabil dan
kurang terprediksinya peran-peran yang diharapkan seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan
dalam masyarakat, akan menjadikan proses peralihan dari masa anak-anak menuju
masa dewasa menjadi lebih sulit.
2.2
PERKEMBANGAN PADA MASA REMAJA
Perkembangan pada
remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai
tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang
memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada
remaja.
2.2.1
Perkembangan fisik
remaja
Menurut Imran (1998) masa
remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan
fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan
fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang
terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting,
berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem
reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organreproduksi
untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh.
Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik
seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer
mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual
sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin
misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama),
tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada
remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh
rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di
kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut Mussen dkk., (1979)
sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan
kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh
pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12
tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia
sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun
(Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan
ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari
lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi
selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks
remaja. Menurut Bourgeois dan Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan
jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan
dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan
tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir
masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem
reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti
mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia (Myles dkk, 1993).
Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah
dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan.
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi
dengan aman secara fisik. Menurut PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi
sehat untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada
bermacam-macam . Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi
organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil
pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini
wanita belum cukup matang dan dewasa. Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan
bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu muda usia biasanya kurang baik karena
rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat
pelayanan kesehatan.
Elkind dan Postman (dalam
Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu
berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan
sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan
mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk
menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan
somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era
teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil
untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti
perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal,
malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990)
secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja.
Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu
berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan
terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga
mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing,
keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya
masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat
perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat
perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya
masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan
perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam
delinkuensi.
2.2.2
Perkembangan Psikis
Remaja
Ketika memasuki masa pubertas,
setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari
perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan
ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman
sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam
proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai
faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.
2.2.3
Perkembangan Sosial remaja
Perubahan sosial seperti adanya
kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang
ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan
kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan
kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun
juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan
identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Batasan remaja menurut usia kronologis, yaitu antara
13 hingga 18 tahun. Ada juga yang membatasi usia remaja antara 11 hingga 22
tahun.
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1.
Remaja awal :
antara 11 hingga 13 tahun
2.
Remaja pertengahan:
antara 14 hingga 16 tahun
3.
Remaja akhir:
antara 17 hingga 19 tahun.
Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus
dipenuhi adalah sebagai berikut:
1.
Mencapai hubungan
yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan
jenis
2.
Mencapai peran
sosial maskulin dan feminin
3.
Menerima keadaan
fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4.
Mencapai
kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian
untuk mandiri secara ekonomi
6.
Memilih pekerjaan
dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7.
Mempersiapkan diri
untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
8.
Mengembangkan
kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai
warga negara
9.
Menginginkan dan
mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, antara lain:
1.
Mencapai hubungan
baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. Tugas
perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan perilaku
anak.
2.
Mencapai peran
sosial pria dan wanita. Perkembangan masa remaja yang penting akan meggambarkan
seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang timbul dari
perubahan itu sendiri.
3.
Menerima keadaan
fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. Seringkali remaja sulit
menerima kondisi fisiknya apabila sejak kanak-kanak mereka sudah memiliki konsep
fisik yang diagungkan.
4.
Perkembangan Karir,
diantaranya mengembangkan kesadaran karir dan memperoleh informasi karir.
(ASCA,2004) Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja, yaitu
identitas, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan
nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial
ekonomi, dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. (Santrock,2003).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
MASALAH YANG DI ALAMI REMAJA
Menurut Hurlock (1973) ada
beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut,
yaitu:
1. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang
berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan,
emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang
timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian
kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru,
adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh
orangtua.
Perkembangan
pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek
sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan
hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.
Kutub
Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam
berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni
keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi
berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan
dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria
keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
e. Keluarga tidak utuh (broken home by death,
separation, divorce)
f. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan
ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
g. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga
(ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
h. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua
kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain
daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi
keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
k. Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan
ibu
l. Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam
keluarga
m. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua
orangtua atau oleh kakek/nenek
n. Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh
terhadap anak
o. Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada
anak
p. Campur tangan atau perhatian yang berlebih
dari orangtua terhadap anak
q. Orang tua yang jarang di rumah atau
terdapatnya isteri lain
r. Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten,
kontrol yang tidak cukup
s. Kurang stimuli kongnitif atau sosial
t. Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di
rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagaimana
telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga
sebagaimana diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan
berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang
dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).
Kutub
Sekolah
Kondisi
sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik,
yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk
berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
g. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak
memadai
h. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak
memadai
i. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang
tidak memadai
j. Kesejahteraan guru yang tidak memadai
k. Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti,
muatan agama/budi pekerti yang kurang
l. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain
sebagainya.
Kutub
Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor
kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor
yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub
masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan
masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari
kedua faktor tersebut, antara lain:
c. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
11) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut
malambahkan sampai dini hari
12) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan
terlarang lainnya
13) Pengangguran
14) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
15) Wanita tuna susila (wts)
16) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan
lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
17) Perumahan kumuh dan padat
18) Pencemaran lingkungan
19) Tindak kekerasan dan kriminalitas
20) Kesenjangan sosial
d. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
10) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat
aditif lainnya
11) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
12) Kebut-kebutan
13) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan,
perampokan
14) Perkosaan
15) Pembunuhan
16) Tindak kekerasan lainnya
17) Pengrusakan
18) Coret-coret dan lain sebagainya
Kondisi
psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi
terjadinya kenakalan remaja.
1. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik seperti
berikut:
a. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik tentang
ukuran tubuh Remaja mengalami masalah dalam menyesuaikan diri terhadap
perubahan ukuran tubuh. Remaja akan mengalami perubahan tinggi badan dan berat
badan yang pesat selama masa puber. Hal ini sesuai dengan pendapat Mudjiran
(2007:40) bahwa peningkatan tinggi badan remaja yang terbesar terjadi setahun
sesudah dimulainya masa puber. Perubahan ukuran tubuh yang pesat membuat remaja
merasa canggung dalam bergerak karena baju dan celana yang sebelumnya longgar
kemudian menjadi sempit. Remaja kurang memanfaatkan tinggi badan yang
dimilikinya untuk mengikuti kegiatan pengembangan diri bidang olahraga di
sekolah, misalnya olahraga basket dan volly. Hal ini bisa disebabkan karena
remaja disibukkan oleh kegiatan pembelajaran dan kegiatan khusus untuk
pengembangan diri tidak ada dilaksanakan di sekolah.
b. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik tentang
perubahan proporsi tubuh Remaja yang telah memasuki masa pubertas mengalami
perubahan yang pesat pada bagian-bagian tubuh tertentu, seperti bahu, lengan,
pinggang dan tungkai. Perubahan pesat pada bagian tubuh sehingga remaja
terlihat gemuk merupakan kondisi yang alami dan wajar terjadi
pada masa pubertas. Sesuai dengan pendapat Elizabeth B
Hurlock (1980:188) bahwa kegemukan selama masa puber bagi anak laki-laki dan
perempuan tidaklah aneh. Pada permulaan terjadinya pertumbuhan pesat remaja
cenderung menumpuk lemak di perut, disekitar puting susu, pinggul, paha, pipi,
leher dan rahang. Perubahan pada bagian-bagian tubuh akan mengganggu
keseimbangan tubuh remaja. Bahu yang lebar, lengan yang panjang, tungkai kaki
yang berubah menjadi panjang, pinggang yang lebar dan gemuk membuat remaja
tidak percaya diri. Bagian tubuh yang berubah menjadi lebar dan panjang akan
memudahkan remaja untuk mengikuti berbagai kegiatan di sekolah, misalnya
olahraga dan kesenian dan dapat membantu pekerjaan orangtua di rumah.
c. Penyesuaian diri terhadap perubahaan fisik tentang
ciri-ciri seks primer Remaja yang memasuki masa pubertas ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer, yaitu organ seks. Pada
periode remaja organ seks mulai menjalankan fungsinya. Sesuai dengan pendapat
Sunarto dan Hartono Agung (1999:82) bahwa memasuki masa remaja alat kelamin
mulai berfungsi, yaitu saat pertama kali anak laki-laki mengalami mimpi basah
dan pada anak perempuan yaitu saat pertama kali mengalami menstruasi atau haid.
Alat kelamin yang mulai berfungsi akan disertai dengan kematangan organ seksual
selama masa pubertas. Remaja kurang menerima perubahan yang terjadi pada organ
seksualnya. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya informasi dari guru maupun
orangtua mengenai perubahan yang terjadi pada masa pubertas, rasa sakit yang
dialami oleh remaja perempuan pada waktu menstruasi, kecemasan yang dialami
oleh remaja laki-laki pada waktu mimpi basah, cemas karena organ seks yang
membesar dan takut serta malu karena telah melakukan masturbasi. Salah satu
keprihatinan anak laki-laki
dan perempuan adalah takut kalau organ-organ seksnya yang membesar akan
terlihat melalui pakaian atau keluarnya haid dan basah malam akan meninggalkan
bekas pada pakaian (Elizabeth B Hurlock, 1980:195). Remaja yang mampu menerima
perubahan organ seksualnya akan termotivasi untuk menjaga dan memelihara
kebersihan organ sekssualnya, berolahraga dengan teratur, menyibukkan diri dengan
kegiatan yang bernilai positif, misalnya belajar baik sendiri maupun kelompok,
mengikuti kegiatan kesenian dan mengembangkan bakat khusus. Menurut Elida
Prayitno (2006:26) bahwa fungsi olahraga bagi remaja adalah untuk merangsang
pertumbuhan dan melatih keterampilan otot, tulang dan meningkatkan kerja organ
tubuh bagian dalam. Remaja yang aktif dapat meningkatkan kesehatan organ
seksual.
d. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik tentang
ciri-ciri seks sekunder Salah satu sumber keprihatinan remaja pada masa
pubertas adalah mengenai perkembangan ciri-ciri seks sekunder, misalnya kulit,
rambut dan suara. Remaja sulit menerima perubahan yang terjadi pada dirinya
karena penampilan yang diinginkan tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi pada
dirinya. Pada masa remaja kulit menjadi kasar, warna kulit menjadi gelap, kulit
pucat dan pori-pori bertambah besar, kelenjer lemak atau yang mempproduksi
minyak dalam kulit semakin membesar dan menjadi lebih aktif sehingga
menimbulkan jerawat.
Menurut Havighurst (dalam Elida Prayitno, 2006:44) salah
satu tugas perkembangan yang harus dicapai pada periode remaja adalah menerima
keadaan fisik dan mempergunakannnya secara efektif. Remaja yang mampu menerima
perubahan tubuhnya akan percaya diri dengan penampilannya. Penampilan adalah
aspek yang penting dan diutamakan oleh remaja. Untuk menjaga penampilan
diperlukan perawatan yang khusus, seperti merawat kulit dan rambut agar bersih
dan mencegah jerawat. Penyesuaian diri yang dapat dilakukan remaja terhadap
perubahan ciri-ciri seks sekunder adalah membiasakan pola hidup sehat dan
memanfaatkan perubahan suara dengan mengikuti kegiatan paduan suara dan
kesenian lainnya di sekolah. Sesuai dengan pendapat Mudjiran (2007:47) bahwa
pengembangan program kelompok remaja kearah kegiatan yang bernilai positif oleh
para tokoh
masyarakat dan sekolah merupakan upaya membantu para
remaja dalam perubahan fisiknya.
Jadi, remaja yang mampu menyesuaikan diri terhadap
perubahan fisik dengan baik ditandai dengan adanya penerimaan yang positif
terhadap dirinya dan dapat melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk dirinya.
2. Penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan terungkap bahwa remaja
kurang baik dalam melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis.
Pembahasan hasil penelitian mengenai penyesuaian diri terhadap perubahan
psikologis adalah sebagai berikut:
a. Penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis tentang
emosi Pada masa pubertas, remaja mengalami gejolak emosi yang cenderung tinggi.
Sesuai dengan pendapat Elida prayitno (2006:69) bahwa periode remaja cenderung
memperlihatkan tempramental atau beremosi tinggi, dalam arti emosi negatif
mereka lebih mudah muncul. Emosi negatif tersebut misalnya sedih, cemas, marah,
cemburu dan kecewa. Emosi lain yang dialami remaja adalah cinta, sayang dan
bahagia. Pada tahap puber, remaja senang berkelompok dengan teman sebaya dan
mulai tertarik dengan lawan jenis. Menurut Huvighurst (dalam Elida Prayitno,
2006:43) bahwa menguasai kemampuan dalam membina hubungan baru dan lebih matang
dengan teman sebaya yang sama atau berbeda jenis kelamin adalah salah satu
tugas perkembangan yang seharusnya dicapai pada periode remaja. Remaja yang
dikucilkan oleh teman sebaya bisa disebabkan karena remaja mengembangkan emosi
negatif dalam berhubungan sehingga remaja kurang mampu menguasai tugas
perkembangannya.
b. Penyesuaian diri terhadap perubahan psikologis tentang
perilaku Penyesuaian diri juga dilakukan remaja terhadap perubahan perilaku.
Hasil penelitian ini mengunggkapkan bahwa remaja lebih suka menyendiri. Sesuai
dengan pendapat Elizabeth B Hurlock (1980:192) bahwa salah satu akibat
perubahan masa puber pada sikap dan perilaku adalah ingin menyendiri. Remaja
menarik diri dari teman, berbagai kegiatan keluarga, sering bertengkar dengan
teman dan dengan anggota keluarga. Remaja membantah perkataan orang lain yang
tidak disenanginya. Perilaku yang ditampilkan remaja bisa disebabkan karena
perlakuan yang didapatkan remaja dari orangtua dan remaja yang kurang menguasai
tugas perkembangannya.
Dalam kehidupan remaja, orangtua perlu mengembangkan rasa
saling menyayangi, mencintai, melindungi dan memberikan perhatian penuh agar
remaja merasa nyaman, aman dan dapat mengembangkan perilaku yang baik kepada
orang lain. Menurut Elida Prayitno (2006:90) bahwa hubungan dengan orangtua
merupakan hubungan paling dekat dibandingkan dengan siapapun dalam kehidupan
remaja. Orangtua dan guru dapat dijadikan sahabat oleh remaja untuk berbagi dan
terbuka menyampaikan perasaannya. Jadi, penyesuaian diri remaja terhadap
perubahan psikologis dapat terlaksana dengan sangat baik memerlukan hubungan
yang harmonis dengan orang lain.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Remaja ingin
menunjukkan kemampuan mereka kepada orang lain
2. Remaja ingin
diakui bahwa mereka sudah dewasa
3. Kenakalan
remaja disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Pergaulan yang salah
b. Kurang
mendapat perhatian
c. Terpengaruh
oleh media elektronik
d. Banyak masalah
yang dihadapi
e. Tidak dapat
mengontrol diri sendiri
4. Masa remaja
adalah masa peralihan (transisi) untuk penemuan jati diri
5. Dalam pergaulan
remaja dituntut untuk berhati-hati dalam pergaulan, agar terhindar dari hal-hal
yang dapat merusak diri sendiri
Daftar Pustaka
Azwar, S. 1998. Metodologi Penelitian(Edisi I).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Balson, M. 1991.
Becoming Better Parents.3rd edition. Victoria: The Australian Council for Educational
Research, Ltd. Durlak, J.A. 1992. School Problems ofChildren. Dalam Walker,
C.E. & Roberts, M.C. (editors).
Handbook of Clinical Child Psychology (2nd edition). New York: John Wiley & Sons. Fremont,
W. P. 2003. School Refusal in Children and Adolescents. Diambil dari www.
Aafp.org/afp pada 20 Maret 2006. Gelfand, D. M. & Drew, C, J, 2003.
Understanding Child Behavior Disorders. 4th edition. Australia: Thomson
Wadsworth. Hogan, M. 2003.
School Phobia.
Diambil dari www.school phobia.htm, pada 10 November 2006. Kearney, C.A. 2001.
School RefusalBehaviour in Youth. A functional approach to assessment and treatment. Washington
DC: American Psychological Association. Kearney, C.A.
2006. Casebook in Child Behavior Disorders. 3rd
edition. Australia: Thomson Wadsworth. Poerwandari, E.K., 1997. Pendekatan
Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan
Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Seetzer, N, Salzhauer, A. 2006.
Understanding School Refusal. Diambil dari www.aboutkids.org. pada 10 November 2006.
Unit Konsultasi Psikologi Fakultas psikologi Universitas Gadjah Mada. Tanpa
tahun.
Buku Klien. Wenar,
C. 1994. Developmental Psychopathology. From Infancy through Adolescents.
New York: McGraw Hill, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar